Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen mendorong perkembangan ekosistem pariwisata religius di Sumatera Barat (Sumbar). Soalnya, sektor pariwisata memiliki kaitan dengan berbagai sektor yang membutuhkan pembiayaan.
Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK merangkap Ketua Umum Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) merinci, sektor pariwisata religius setidaknya terkait dengan sektor transportasi, akomodasi, industri kerajinan, dan kuliner. Pengembangan sektor terkait tersebut membutuhkan dukungan pembiayaan syariah untuk menjaga aspek syariah dari hulu hingga ke hilir.
"Ketika kita berbicara kuliner, ketika kita berbicara akomodasi hotel, ketika kita berbicara industri kerajinan tangan, ini semua harus dilihat dalam satu kesatuan. Karena, nanti bukan cuma hotel yang membutuhkan pembiayaan tetapi ibu-ibu rumah tangga yang membuat kuliner juga butuh pembiayaan dari BPR (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) atau dari Lembaga Keuangan Mikro," ujar Muliaman saat berdiskusi dengan MES Padang Pariaman, di Kantor Bupati Padang Pariaman, Sumbar, Kamis (9/12) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, ia menyayangkan, integrasi sektor-sektor terkait pariwisata di Indonesia belum optimal. Ia mencontohkan, kemajuan sektor pariwisata tidak diiringi dengan infrastruktur pendukung misalnya buruknya akses jalan dan kurangnya akomodasi. Konsekuensinya, risiko pembiayaan menjadi lebih tinggi.
“Ketika perkembangan sektor tidak nyambung, orang ingin membiayai juga takut karena pasti kreditnya akan macet. Tetapi kalau sektor-sektornya nyambung, industri pariwisata akan bergerak dengan sendirinya,” tutur dia.
Lebih lanjut Muliaman menjelaskan, provinsi Sumbar memiliki potensi sebagai destinasi wisata syariah di Indonesia, mengingat Sumbar merupakan sentra penyebaran agama Islam di Nusantara. Hal itu membuka peluang berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro Syariah untuk membantu pembiayaan masyarakat.
Perkembangan pembiayaan keuangan syariah bagi industri wisata religius menghadapi berbagai tantangan, di antaranya masih minimnya inovasi produk syariah yang sesuai dengan pengembangan wisata religius, rendahnya penetrasi lembaga keuangan syariah terhadap pembiayaan wisata syariah dan rendahnya tingkat literasi masyarakat akan sumber pembiayaan syariah sehingga pembiayaan berbasis syariah belum banyak dikenal oleh kalangan masyarakat.
Oleh karenanya, sambung Muliaman, diperlukan adanya koordinasi dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan di industri wisata syariah termasuk sektor jasa keuangan syariah untuk melakukan pendekatan terintergrasi dan terpadu dalam pengembangan wisata syariah di Sumbar.
“Kalau semua ekosistem pariwisata religius ini jalan, saya pikir ini akan menjadi satu kehidupan yang produktif dan tentu saja kesulitan pembiayaan mestinya tidak menjadi masalah,” terang dia.
Sebagai informasi, kontribusi sektor pariwisata secara umum terhadap perekonomian Sumbar mencapai hampir 30 persen dari total Pendapatan Domestik Regional Bruto Kuartal I 2016 yang sebesar Rp46,4 triliun. Konstribusi terbesar berasal dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pengangkutan atau travel.
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sumbar sepanjang periode Januari-April 2016 mencapai 15.761 wisatawan atau naik 10,23 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hadirnya wisatawan didukung oleh ketersediaan akomodasi wisata yakni 340 hotel dengan jumlah kamar mencapai 7.771 kamar serta biro/agen perjalanan.
Saat ini, provinsi Sumbar telah ditetapkan sebagai salah satu dari 13 destinasi wisata syariah oleh Kementerian Pariwisata. Salah satu destinasi bernuansa Islami yang terkenal adalah Miniatur Makkah di Lubuk Minturun, Padang.
(bir)