Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) soal Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank. RPOJK tersebut merupakan perubahan atas POJK Nomor 1/POJK.05/2016 yang terbit pada 12 Januari 2016 lalu.
Dalam perubahan peraturan ini, OJK menyisipkan pasal baru, yakni Pasal 4A yang terdiri dari tiga ayat. Pasal ini berdiri di antara Pasal 4 dan Pasal 5 dalam POJK 1 2016. Pasal ini tak lain untuk memperluas pilihan instrumen investasi kepada lembaga jasa keuangan non bank.
Pasal 4A menyebut, perusahaan dapat memenuhi ketentuan batas minimum penempatan investasi SBN dengan menempatkan investasi pada obligasi atau sukuk yang diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang penggunaannya untuk pembiayaan infrastruktur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayat 2 Pasal 4A juga berbunyi, penempatan investasi pada obligasi dan sukuk itu paling banyak sebesar 50 persen. Sementara, Ayat 3 Pasal 4A lebih rinci menerangkan, penempatan itu wajib dilakukan hanya pada obligasi dan sukuk yang tercatat di bursa efek dan berperingkat paling rendah investment grade dari perusahaan pemerintah yang diakui oleh OJK.
"Untuk memperluas pilihan instrumen investasi kepada lembaga jasa keuangan non bank perlu dilakukan penyempurnaan terhadap POJK Nomor 1/POJK.05/2016," ujar Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK seperti dilansir dalam situs resmi OJK, Selasa (7/6).
Lebih lanjut ia mengungkapkan, revisi atau perubahan POJK 1 2016 ini dibuat tanpa mengabaikan aspek keamanan, kesesuaian dengan karakteristik liabilitas lembaga jasa keuangan non bank yang bersifat jangka panjang, dan mendorong peranan investor domestik dalam pembiayaan pembangunan nasional.
Saat ini, RPOJK tentang investasi SBN masih dalam permintaan tanggapan masyarakat. Jika tidak ada masukan dan masyarakat menyetujui perubahan tersebut, wasit industri keuangan ini akan segera menerbitkan beleid baru pengganti POJK 1 2016. Diharapkan, RPOJK ini lahir sebelum akhir tahun.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK sebelumnya memang mengisyaratkan akan mendorong pelaku industri memenuhi batas minimum penyerapan SBN. Caranya, dengan memperluas pilihan keranjang investasi lewat amandemen POJK yang berlaku saat ini.
Ia bilang, regulator akan memberikan keleluasan bagi lembaga jasa keuangan non bank untuk menyerap obligasi BUMN Karya di sektor infrastruktur. Dengan demikian, kewajiban memenuhi investasi SBN sebesar 20 persen pada tahun ini dapat diterapkan.
"IKNB tidak perlu lagi kesulitan untuk memenuhi aturan kewajiban menyerap 20 persen SBN dalam portofolio investasi mereka. Nanti kami kasih porsi agar perusahaan boleh beli obligasi atau sukuk BUMN Karya," pungkasnya.
Hendrisman Rahim, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengaku menyambut baik kebijakan OJK yang memberikan keleluasaan khusus bagi IKNB untuk menyerap obligasi seri khusus. Pasalnya, POJK 1 2016 berpotensi membuat supply dan demand SBN menjadi tidak imbang karena persaingan ketat dalam membeli SBN.
(bir)