Petani Tembakau Protes Pembentukan Opini FCTC oleh Kemenkes

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 23 Jun 2016 08:26 WIB
Kemenkes menyebut pemerintah akan mengaksesi FCTC setelah lebaran, meskipun Presiden Jokowi meminta dilakukan kajian menyeluruh terhadap dampak akses itu.
Kemenkes menyebut pemerintah akan mengaksesi FCTC setelah lebaran, meskipun Presiden Jokowi meminta dilakukan kajian menyeluruh terhadap dampak akses itu. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melangkahi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemerintah akan mengkaji terlebih dulu berbagai aspek sebelum memutuskan akan mengaksesi atau tidak Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Ketua Dewan Pimpinan Nasional APTI Agus Parmuji mengaku menemukan pernyataan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes M. Subuh yang menyatakan pemerintah akan mengaksesi FCTC setelah Lebaran. Padahal, orang nomor satu di republik ini menilai persoalan rokok dan tembakau tidak bisa dilihat dari satu aspek kesehatan.

“Ada banyak aspek yang terkandung di dalam industri hasil tembakau, mulai dari soal hak asasi manusia, petani, dan buruh pabrik hingga pedagang asongan yang harus dilindungi. Kami menyayangkan logika berfikir Kemenkes yang mendesak pemerintah segera menandatangani FCTC,” kata Agus, Kamis (23/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seharusnya, Menteri Kesehatan sebagai pembantu Presiden mendukung langkah Presiden. Bukan bersikap sebaliknya.

Menurut Agus, pemerintah tidak usah mengaksesi FCTC karena Peraturan Pemerintah Nomor 109 sudah sepenuhnya mengadopsi isi FCTC. "Petani tembakau menolak keras FCTC. Jangan hanya melihat aspek kesehatan saja, namun memperhatikan kultur budaya petani. Kami para petani ingin berdaulat menanam tembakau," tegasnya.

Sementara Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) mengingatkan Kemenkes bahwa aksesi FCTC belum tentu mendapat dukungan Jokowi. Koordinator KNPK Zulfan Kurniawan menilai perlindungan kesehatan masyarakat seharusnya dilakukan secara komprehensif tanpa mematikan para petani tembakau dan seluruh stakeholder pertembakauan di Indonesia.

"Kekuatan kretek sebagai salah satu kekuatan ekonomi nasional tentu akan mati dengan aksesi FCTC," ujar Zulvan.

Pengamat Kukum Margarito Kamis mengingatkan, sikap Kementerian tidak boleh melampaui kebijakan presiden. Terutama yang memiliki dampak luas seperti FCTC.

Secara ketatanegaraan, Margarito menjelaskan, Kemenkes atau Kementerian lain tidak bisa mengambil tindakan hukum apapun dalam soal FCTC ini. Termasuk pada pembahasan ratifikasi selama belum mendapat instruksi Presiden.

“Menteri, sebagai pembantu Presiden, tidak boleh bertindak melampaui kewenangan presiden,” tandas Margarito.

Ia berpendapat jika masing-masing pejabat pemerintah berbeda pendapat soal FCTC, masyarakat bisa menilai pemerintah tidak solid alias tidak kompak.

Ia mengingatkan, FCTC dan segenap aturan mengenai tembakau dan produk-produk olahannya, disusun berdasarkan kepentingan asing. Sehingga kalau didalami, FCTC tak lebih sebagai praktik dagang tidak sehat ketimbang mengedepankan isu kesehatan. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER