Jakarta, CNN Indonesia -- Sentimen naiknya suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) agaknya lebih mengkhawatirkan pelaku perbankan di Indonesia ketimbang isu hengkangnya Inggris dari persekutuan negara-negara Uni Eropa (Brexit).
Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menuturkan, dampak The Fed lebih mempengaruhi perekonomian Indonesia dibandingkan referendum Inggris yang akan dilakukan Kamis (23/6) waktu setempat.
Kemungkinan Gubernur The Fed Janet Yellen mengerek Fed Fund Rate, kata Jahja, menjadi salah satu ukuran bagi Bank Indonesia (BI) dalam menentukan suku bunga acuannya (BI rate). Apabila Fed tetap dipertahankan dalam waktu relatif lebih lama, ada peluang BI
rate turun lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun, kalau Fed
rate tidak naik-naik, saya kira, BI
rate bisa turun lagi. Sejauh, inflasinya bisa dijaga tetap rendah," ujarnya, Kamis (23/6).
Sementara itu, Iman Noegroho Soeko, Direktur Keuangan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk memprediksi, aksi Brexit hanya akan berdampak signifikan terhadap negara-negara di Eropa. Berbeda dengan dengan The Fed yang dinilai sangat memengaruhi kondisi pasar keuangan dalam negeri, salah satunya nilai tukar mata uang.
Kenaikan Fed
fund rate dinilai membawa dampak langsung pada aliran modal asing yang keluar secara tiba-tiba (
sudden reversal) yang selama ini berputar di pasar modal Indonesia. Hal itu akan mendorong nilai tukar rupiah terjerembab terhadap dolar.
Sementara, menurut Iman, keputusan Brexit hanya akan berdampak pada industri di Inggris yang kemungkinan akan ditinggal sebagian investornya akibat mengecilnya skala ekonomi negeri Ratu Elizabeth tersebut.
"Kebetulan Indonesia tidak banyak memasok kebutuhan sumber-sumber yang diperlukan industri dan jasa di Inggris. Jadi, dampak langsungnya kepada perekonomian Indonesia masih kecil. Tak ada yang perlu dikhawatirkan," pungkasnya.
(bir/gen)