Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berencana memungut premi tambahan kepada industri perbankan, khusus pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP). PRP merupakan tugas baru LPS, setelah Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) disahkan.
Menurut Fauzi Ichsan, Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan, ke depannya, akan ada dua premi yang perlu dibayar industri perbankan, yakni premi simpanan dan premi PRP. Namun, usulan mengenai besaran premi PRP itu belum ditentukan.
"Kami perlu konsultasikan telebih dahulu, karena kami juga tidak ingin membebani industri perbankan," ujar dia setelah Sosialisasi Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), seperti dikutip ANTARA, Kamis (23/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penerapan premi PRP rencananya hanya akan dikenakan pada bank berdampak sistemik. Penerapannya pun masih membutuhkan waktu relatif panjang, karena LPS perlu mengajukan perubahan peraturan LPR tentang besaran premi.
Selain itu, sambung Fauzi, besaran premi PRP yang akan diusulkan LPS juga harus dikonsultasikan ke Dewan Perwakilan Rakyat dan pelaku industri perbankan. "Setelah peraturannya selesai, belum tentu langsung diterapkan preminya. Biasanya membutuhkan waktu," tutur Fauzi.
Saat ini, premi untuk LPS yang dibebankan ke perbankan baru premi simpanan yang diambil dua kali dalam setahun dengan besaran 0,2 persen dari simpanan perbankan. Dari premi simpanan itu, aset LPS terkumpul sekitar Rp60 triliun.
PRP merupakan tugas baru LPS setelah pengesahan UU PPKSK. Keputusan penyelenggaraan PRP ditentukan Presiden setelah direkomendasikan KSSK. Dalam pasal 39 UU PPKSK, dana PRP berasal dari pemegang saham bank atau pihak lain berupa tambahan modal atau perubahan utang jadi modal, hasil pengelolaan aset dan kewajiban, kontribusi industri perbankan, dan pinjaman yang diperoleh LPS.
(bir/gen)