Akibat Brexit, Menteri Lembong Enggan Terlena Surplus Dagang

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 15 Jul 2016 15:05 WIB
Mendag menilai dampak tidak langsung Brexit lebih menimbulkan ketidakpastian dibandingkan dampak langsungnya, meski Inggris bukanl mitra dagang utama Indonesia.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong saat memberikan pidato dalam Hari Konsumen Nasional 2016, di Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa, 26 April 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan tidak mau terlena dengan surplus negara perdagangan Indonesia yang mencatatkan nilai ekspor tertinggi sejak Juli 2015, yakni sebesar US$12,92 miliar.

Risiko dari pergolakan eksternal yang meningkat menjelang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menjadi perhatian Menteri Perdagangan Thomas Tri Kasih Lembong dan entitas yang dipimpinnya.

Thomas pesimistis kinerja positif perdagangan Indonesia terjaga pada periode berikutnya dengan meningkatnya ketidakpastian global. Salah satu pemicunya adalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang dampak tidak langsungnya belum bisa diterka hingga saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menganggap, sentimen Brexit bisa mempengaruhi kondisi perekonomian global, mengingat Inggris adalah salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Menurutnya, dampak tidak langsung Brexit lebih menimbulkan ketidakpastian dibandingkan dengan dampak langsungnya, meskipun Inggris bukanlah mitra dagang utama Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke Inggris tercatat sebesar US$364 juta pada kuartal I 2016 dan menduduki peringkat ke-21 dari seluruh mitra ekspor terbesar Indonesia.

"Angka dari bulan ke bulan bisa naik-turun naik-turun. Indonesia jangan terlalu bereaksi terhadap angka individual satu bulan saja. Menurut saya sih, kami tetap harus waspada. Apalagi dengan potensi dampak dari Brexit terhadap global," jelas Thomas ditemui di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jumat (15/7).

Ia melanjutkan, salah satu dampak Brexit yang perlu diwaspadai adalah pelemahan Poundsterling terhadap mata uang lain selepas Brexit. Pasalnya, dengan mata uang yang lebih murah, Inggris bisa meningkatkan kinerja ekspornya karena kini harga-harga barangnya lebih kompetitif.

Karenanya, Thomas khawatir jika nantinya ada pangsa pasar ekspor Indonesia yang kemungkinan bisa direbut langsung oleh Inggris. Ujung-ujungnya, ekspor Indonesia menurun dan neraca perdagangan bisa memburuk.

"Tapi di sisi lain, mungkin Inggris akan kerja lebih keras untuk buat perjanjian perdagangan lagi dengan mitra dagang selepas Brexit, jadi dampaknya memang belum bisa dihitung," kata Thomas.

Dengan ada atau tidak adanya Brexit, ia memperkirakan ekspor Indonesia akan tetap mengalami kontraksi hingga akhir tahun karena kondisi ekonomi dunia yang masih lesu. Namun, ia berharap angka penurunannya tidak seperti tahun lalu.

"Tahun lalu impor maupun ekspor turun 14 hingga 17 persen. Kami harapkan kontraksi perdagangan tahun ini single digit, di bawah 10 persen," jelasnya.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Juni 2016 sebesar US$12,92 miliar, meningkat 12,18 persen dibanding dengan ekspor bulan sebelumnya US$11,51 miliar. Angka ini merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2016, bahkan sejak Juli 2015 dengan angka ekspor sebesar US$ 11,4 miliar.

Kendati demikian, secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada paruh pertama tahun ini tercatat US$69,51 miliar, atau turun 11,37 persen dibandingkan dengan capaian semester I 2015 yang mencapai US$78,42 miliar.

Meski ekspor menurun, neraca perdagangan Januari-Juni 2016 mengalami surplus sebesar US$4,47 miliar. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan surplus semester I tahun lalu yang sebesar US$4,35 miliar. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER