Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengisyaratkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berprinsip konvensional maupun syariah (LKMS) mengantongi modal inti minimal Rp6 miliar untuk bisa bertransformasi menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Tidak cuma itu, OJK juga mewajibkan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling rendah 12 persen dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Hal tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan OJK tentang Transformasi LKM menjadi BPR/S yang dirilis OJK, Rabu (27/7).
Dalam rancangan tersebut, wasit industri keuangan menyebutkan, LKM/LKMS yang memiliki modal inti Rp6 miliar sampai kurang dari Rp50 miliar dapat melakukan kegiatan operasional dalam satu kota/kabupaten. Sementara, LKM yang bermodal paling sedikit Rp50 miliar boleh beroperasi dalam cakupan satu provinsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk memenuhi persyaratan kinerja keuangan, OJK juga menegaskan, LKM yang ingin bertransformasi harus memiliki rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) maksimal satu persen (gross) selama enam bulan terakhir. Syarat ini juga berlaku bagi LKM berprinsip syariah.
Setelah seluruh syarat terpenuhi, OJK akan mencabut izin usaha LKM yang akan bertransformasi menjadi BPR, untuk dikeluarkan izin usaha baru sebagai BPR. Izin usaha tersebut berlaku efektif setelah anggaran dasar disahkan oleh instansi yang berwenang.
Suparlan, Direktur Pengawasan LKM OJK mengatakan, saat ini, sudah ada beberapa LKM yang berminat untuk transformasi ke BPR. Bahkan, LKM yang dimiliki oleh pemerintah daerah di Jawa Barat menyatakan komitmen dan aktif berkonsultasi dengan OJK.
"Ada sekitar 12-13 LKM di Jawa Barat yang telah terdaftar dan diawasi oleh OJK. Nah, beberapa di antaranya, terutama yang dimiliki oleh pemda Jabar merencanakan untuk menjadi BPR. Pemdanya juga komitmen untuk menyuntikkan modal agar memenuhi ketentuan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (28/7).
Selain LKM dari Jabar, kata Suparlan, LKM dari Lampung, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat juga tertarik untuk bertransformasi menjadi BPR. Sayang, langkah mereka masih terkendala dengan hal-hal teknis, seperti pencatatan dalam pembukukan, kapabilitas dan kapasitas pengurus, wilayah operasional, dan lain sebagainya.
"Kami terus melakukan pendampingan kepada pelaku usaha LKM. Kami juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat, dari tingkat kabupaten. Persoalannya, LKM itu banyak yang skala usahanya dibawah Rp100 juta, tetapi cakupan wilayahnya lebih dari satu kota/kabupaten. Ini harus dibenahi dulu," pungkasnya.
Sebagai informasi, sesuai Peraturan OJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan LKM, batas akhir perizinan LKM adalah 8 Januari 2016. Namun, belakangan, OJK memberi tenggang waktu tambahan untuk mengurus perizinan hingga dua tahun ke depan.
"Saat ini, masalahnya adalah instansi teknis terkait belum mendorong mereka (LKM) untuk berbadan hukum, karena mereka mungkin masih melatih teknisnya dulu. Kami targetkan 100 LKM terdaftar hingga akhir tahun nanti," tegas Edi Setiadi, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, belum lama ini.
(bir)