Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memberi kesempatan kepada lembaga internasional sebagai pelaksana penyiapan proyek pembangunan kilang minyak di dalam negeri.
Lampu hijau itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.08/2016 tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas Dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, yang diteken Sri Mulyani Indrawati pada 23 Agustus 2016 dan diundangkan sehari setelahnya.
Sri Mulyani dalam PMK tersebut menjelaskan keterlibatan lembaga internasional dalam penyediaan fasilitas proyek kilang minyak tersebut mulai dari tahap perencanaan, penyiapan, dan studi kelayakan proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga internasional yang dimaksud dalam beleid ini adalah lembaga yang dibentuk oleh lebih dari satu negara yang diakui oleh hukum internasional.
Dilibatkannya lembaga asing dalam perencanaan proyek kilang dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional dan menjamin ketersediaan BBM nasional, serta mengurangi ketergantungan impor BBM.
Dia menjamin, perusahaan migas asing yang terlibat dalam proyek kilang minyak nantinya juga berhak atas penggantian biaya pelaksanaan fasilitas kilang sesuai dengan kontrak perjanjian.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dalam beleidnya memberikan dua opsi pembayaran biaya pelaksanaan fasilitas pembangunan kilang diambil dari Dana Penyiapan Proyek.
Pertama, menteri/kepala daerah/BUMN/BUMD yang bertindak sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) menalangi dahulu biaya pelaksanaan fasilitas kepada lembaga asing.
Kedua, bisa juga PJPK mendapatkan penggantian biaya (
reimbursement) dari Dana Penyiapan Proyek atas biaya yang pembangunan kilang.
Dalam hal ini, Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menjadi pihak yang diberikan kewenangan untuk menunjuk PJPK dan menentukan lembaga internasional yang akan melaksanakan fasilitas penyiapan proyek kilang.
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menjelaskan langsung maksud dan rincian dari kebijakan tersebut.
Menurutnya, proses bisnis pengelolaan kilang minyak diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri. Ada tiga opsi pengelolaan kilang minyak dalam beleid tersbut, yakni dikerjakan sendiri oleh Pertamina, dikerjasamakan dengan swasta, dan/atau digarap dengan skema KPBU.
Khusus untuk KPBU, lanjutnya, Kemenkeu mendapat tugas untuk memberikan fasilitas penyiapan proyek dengan kriteria-kriteria tertentu.
"Kalau KPBU, dalam hal pemerintah ingin bangun tapi tidak punya uang, maka dia serahkan paket kebutuhannya ke swasta untuk bangun. Nanti dia kasih fasilitas bayarnya, apakah dicicil atau lainnya," jelasnya.
Dengan demikian, Robert menegaskan yang dilepas ke lembaga internasional bukan proyek pembangunan dan pengelolaan kilang minyaknya, melainkan hanya jasa penyiapan dan studi kelayakan proyeknya.
Dia menerangkan, alasan pemerintah lebih mempercayakan jasa penyusunan konsep dan skema proyek kilang minyak ke lembaga asing karena belum ada lembaga di Indonesia yang punya kompetensi dan kredibilitas mumpuni di bidang migas.
Dengan melibatkan lembaga internasional yang kredibel, diharapkan proses tender dan eksekusi proyek kilangnya bisa lebih cepat.
International Finance Cooperation (IFC), lembaga
non profit di bawah Bank Dunia adalah calon tunggal yang dipertimbangkan karena memiliki kompetensi dan rekam jejak memadai dalam merancang dan menyusun konsep proyek kilang minyak di sejumlah negara.
"Tidak ada orang di Indonesia yang mampu untuk membuat paket proyek, mulai dari pra FS (
feasibility study), FS, sampai jadi dokumen proyek siap bacanya. Jadi paketnya yang kita berikan ke lembaga internasional, bukan pengelolaan proyeknya," jelas Robert.
Freddy Saragih, Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Kemenkeu menerangkan, dalam Perpres 146 Tahun 2016 dijelaskan, dalam rangka pelaksanaan fasilitas proyek kilang minyak, Pertamina yang oleh pemerintah ditunjuk sebagai pelaksana, dapat dibantu oleh lembaga internasional dengan persetujuan Menteri Keuangan.
Menurutnya, ada tiga jenis fasilitas yang terkait pelaksanan proyek kilang minyak yang bisa dikerjasamakan dengan lembaga internasional. Pertama, dalam hal penyusunan studi kelayakan dan termasuk di dalamnya pengayaan dokumen tender.
Kemudian menyusun skema fasilitas penjaminan dan terakhir Fasilitas
Viability Gap Fund atau dukungan kelayakan proyek KPBU.
"Semua dananya dari pemerintah, tetapi bukan pengelolaan sama sekali, belum sampai ke sana," tuturnya.
Disclaimer:
Judul dan isi berita ini telah disesuaikan berdasarkan penjelasan rinci dari Kementerian Keuangan, sekaligus meralat pemberitaan CNNIndonesia.com sebelumnya yang berjudul: ‘Sri Mulyani Resmi Izinkan Asing Kelola Penuh Kilang Minyak RI’Atas kesalahan konteks berita, kami meminta maaf kepada pihak-pihak terkait. (ags)