KPPU: Potensi Praktik Monopoli dari Holding BUMN Energi

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 27 Sep 2016 20:20 WIB
Menurut KPPU, holding BUMN energi berpotensi menghasilkan monopoli distribusi gas karena adanya penggabungan aset bersama kedua perusahaan.
Menurut Ketua KPPU Syarkawi Rauf, holding BUMN energi berpotensi menghasilkan monopoli distribusi gas karena adanya penggabungan aset bersama kedua perusahaan, Selasa (27/9). (CNN Indonesia/Galih Gumelar).
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah mengawasi operasional PT Pertamina Gas dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk apabila kedua perusahaan tersebut telah bernaung di bawah satu holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi.

Pasalnya, menurut Ketua KPPU Syarkawi Rauf, holding BUMN energi berpotensi menghasilkan monopoli distribusi gas karena adanya penggabungan aset bersama kedua perusahaan. Ia menuturkan, ada kesempatan untuk menentukan tarif, terutama dalam menetapkan tarif pengangkutan gas bumi (toll fee) dalam pipa open access yang dimiliki gabungan PGN dan Pertagas.

"Kalau jadi satu holding, katakanlah ada perusahaan baru yang menaungi kedua perusahaan ini, tentu saja akan semakin menguasai pasar. Struktur pasarnya semakin tidak sempurna, karena ada penguasaan jaringan gas," ujarnya, Selasa (27/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, Syarkawi mengaku, tetap menyambut baik terbentuknya holding energi ini. Toh, sudah seharusnya kepemilikan fasilitas pipa gas ini dikelola oleh pemerintah melalui BUMN. Apalgi, gas merupakan komoditas yang mencakup hajat hidup orang banyak, sehingga pipa gas harusnya menjadi infrastruktur yang esensial.

Di samping itu, Syarkawi mengatakan, memang sepantasnya semua pihak bisa memanfaatkan pipa-pipa gas BUMN tersebut dengan memberikan imbal jasa berupa toll fee. Namun begitu, ia mengingatkan, potensi monopoli oleh holding BUMN ini bisa berimbas pada penetapan toll fee secara sepihak.

Hal ini, katanya, bisa sangat merugikan jika toll fee yang dikenakan sangat tinggi. Makanya, ia meminta pemerintah untuk mengatur harga toll fee yang berlaku di pipa-pipa open access perusahaan jika nanti holding BUMN sudah dibentuk.

"Setiap pihak boleh mengalirkan gasnya melalui jaringan pipa yang dimiliki pemerintah melalui BUMN. Kemudian, semua orang bisa menggunakan itu dengan syarat membayar toll fee. Untuk menjaga sektor ini, pemerintah tetap perlu konsisten menata industrinya, yaitu dengan membuat regulasi yang kuat terkait berapa toll fee yang seharusnya dikenakan," imbuh Syarkawi.

Intervensi pemerintah dalam menetapkan harga, sambung Syarkawi, sudah lazim digunakan di negara lain untuk melindungi konsumen dari perilaku nakal badan usaha yang terindikasi melakukan monopoli.

"Kalau ada perusahaan yang monopoli, punya market power kuat di sebuah industri, maka pemerintah harus turun tangan. Ini yang perlu dilakukan demi menata sektor gas ke depan, agar persoalan seperti harga gas mahal tidak terulang lagi," terang dia.

Sebagai informasi, panjang pipa gas seluruh Indonesia mencapai 9.215,75 kilometer (km) per Juli 2016. Sebanyak 4.831,04 km atau 52,42 persen di antaranya, merupakan pipa gas open access.

PGN sendiri mengoperasikan pipa open access sepanjang 1.038,4 km atau 21,49 persen dari total panjang pipa open access. Sementara, Pertagas menguasai 48,48 persen dari total pipa open access atau sepanjang 2.342,14 km. Artinya, jika digabung, Pertagas dan PGN nantinya menguasai 69,97 persen pipa open access yang ada di Indonesia. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER