Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bukit Asam Tbk (Persero) alias PTBA melihat peluang baru dari kenaikan harga batu bara. Salah satu upaya yang akan dilakukan perseroan, yaitu membidik pasar ekspor baru, seperti China dan India, di luar negara tujuan ekspor saat ini, yakni Jepang, Malaysia, dan Taiwan.
Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Adib Ubaidillah mengatakan, umumnya, ekspor dilakukan ke Jepang, Malaysia dan Taiwan untuk komoditas batu bara berkualitas tinggi, mengingat belum ada industri dalam negeri yang bisa menyerap.
Nah, pembukaan pasar ekspor batu bara baru ke China dan India, menurut Adib, untuk menyerap batu bara berkualitas medium yang biasanya digunakan sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, sebetulnya, selisih harga batu bara berkualitas tinggi dan medium tak terlampau jauh. Saat ini, harga batu bara berkualitas tinggi rata-rata tercatat sebesar US$55 per ton. Sementara, harga batu bara dengan kualitas medium berkisar US$54 per ton.
"Dengan momentum kenaikan harga ini, kami ingin menyalurkan batu bara berkualitas medium yang selama ini jarang kami ekspor. Ini strategi yang bisa membawa nilai tambah dari sisi keuangan," ujar Adib kepada CNN Indonesia, Selasa (11/10).
Lebih lanjut ia menjelaskan, batu bara kualitas medium akan menjadi target ekspor perusahaan dalam jangka menengah, mengingat sebagian besar cadangan batu bara didominasi oleh kualitas-kualitas medium.
Menurut data yang dikantongi perseroan, 70 persen dari cadangan batu bara perusahaan atau sebanyak 2,9 miliar ton merupakan batu bara berkualitas medium. Namun, ia belum bisa merinci jumlah batu bara yang akan diekspor ke kedua negara baru tersebut.
"Dengan selisih harga yang tak jauh dan cadangan yang banyak, maka ekspor batu bara berkualitas medium ini bisa lebih memberikan benefit (keuntungan) dibandingkan batu bara kualitas tinggi. Saat ini, batubara kualitas tinggi ini pasarnya terbatas, dan hanya bisa digunakan bagi industri baja serta powerplant tertentu," terang Adib.
Selain memanfaatkan momentum kenaikan harga batu bara, sebetulnya, strategi ekspor juga ditempuh karena perusahaan tak sanggup menambah produksi. Pasalnya, kapasitas fasilitas pengangkutan kereta api batu bara yang sekitar 23 juta ton tak memadai untuk menampung muatan lebih banyak lagi.
Sehingga, sambung Adib, perusahaan terpaku pada rencana kerja awal di mana produksi sepanjang tahun ini dipatok hingga 25,75 juta ton atau naik 34 persen dari pencapaian tahun lalu yang sebanyak 19,24 juta ton.
Adapun, per Agustus 2016, produksi perusahaan baru mencapai 11,3 juta ton atau 43,88 persen dari target. Dengan intensifikasi ekspor ini, Adib optimistis, target perusahaan bisa tercapai hingga akhir tahun mendatang.
"Kami harapkan seperti demikian, target tetap sama hingga akhir tahun," imbuh Adib.
Asal tahu, harga batu bara sejak pekan lalu bertengger di angka US$70,75 per ton dari pekan sebelumnya US$68 per ton. Sementara itu, Harga Batu bara Acuan (HBA) pada Oktober tercatat US$69,07 per ton atau naik 8,04 persen dari bulan sebelumnya US$63,93 per ton.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, nilai ekspor Bukit Asam hingga semester I 2016 mencapai Rp2,47 triliun atau turun 26,26 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp3,35 triliun.
(bir)