Jakarta, CNN Indonesia -- Produsen batu bara PT Harum Energy Tbk (HRUM) menyatakan kondisi pasar batu bara saat ini sedang lesu terkait melemahnya permintaan dari luar negeri, khususnya China. Di sisi lain, pasar dalam negeri juga masih tidak membantu kendati telah memiliki aturan khusus.
Direktur Utama Harum Energy, Ray Antonio Gunara mengatakan prospek pasar batu bara masih akan mengalami tren penurunan. Menurutnya hal ini masih terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia terutama China. Hal itu membuat volume permintaan batu bara makin menciut.
"Pasar batu bara masih dalam keadaan sulit. Harga batu bara terus menurun dan belum ada indikasi akan menguat. Permintaan batu bara memang menurun karena perlambatan ekonomi di konsumen terbesar yakni China,” ujarnya di Jakarta, akhir pekan kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Ray menjelaskan bahwa pasokan batu bara dunia terutama dari Australia dan Afrika Selatan terus meningkat. Hal itu membuat pasokan berlebih, padahal permintaan sedang loyo.
"Sehingga, menyebabkan kelebihan pasokan (
oversupply) yang telah menekan harga batubara dunia turun lebih dari 40 persen dalam 2 tahun terakhir," kata dia mengungkapkan.
Sementara itu, Ray menilai peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang kewajiban pemasokan kebutuhan batu bara untuk dalam negeri atau kuota
domestic market obligation (DMO), tidak banyak membantu.
Pasalnya, ia menilai penggunaan batu bara masih 20 persen di bawah target. Padahal, Kementerian ESDM memproyeksikan kebutuhan batu bara di Tanah Air akan mencapai 92,31 juta ton sampai Desember 2015.
"Karena proyek-proyek pembangkit listrik yang terlambat. Dan perlambatan ekonomi juga. Produksi batu bara Indonesia sendiri turun 10-15 persen. Tahun ini hanya 400 juta ton dari 470 juta ton di 2014," ujarnya.
Kendati demikian, Ray berharap dalam jangka menengah permintaan batu bara akan meningkat. Hal itu didukung rencana pembangunan proyek-proyek pembangkit listrik di kawasan Asia terutama India dan Indonesia.
"Kita optimistis karena ada pembangunan pembangkit listrik dari batu bara di India dan Indonesia. Dan dengan program pemerintah yang 35 ribu megawatt dan ditambah dengan sebelumnya 10 ribu megawatt ribu yang 50 persen bertenaga batu bara semua. Jadi ini akan meningkatkan permintaan batu bara. Juga di Vietnam dan Malaysia yang pembangkit listrik banyak menggunakan batu bara," ujarnya.
Gelontorkan US$ 2,2 Juta CapexRay menyatakan pihaknya telah menggelontorkan dana belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar 44 persen atau US$ 2,2 juta hingga Juni 2015 untuk pengeboran dan eksplorasi.
Pada tahun ini, perseroan sendiri menganggarkan dana belanja modal dengan total mencapai US$ 5 juta. Adapun dana tersebut digunakan perseroan terutama untuk aktifitas pengeboran dan eksplorasi.
“Juga untuk persiapan pra-operasi untuk PT Karya Usaha Pertiwi (KUP) dan PT Tambang Batubara Harum (TBH). Selain itu juga untuk kompensasi lahan untuk PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) dan juga ada untuk pembelian kendaraan dan peralatan kantor," katanya.
Lebih lanjut, rencananya dana belanja modal perseroan sepanjang tahun ini akan digunakan perseroan sebesar 32 persen untuk perbaikan infrastruktur di pelabuhan, 32 persen untuk lahan dan eksplorasi, 30 persen untuk alat berat, 6 persen untuk jalan lain-lain.
Ray menyatakan dana capex seluruhnya dianggarkan dari kas internal perseroan. Sementara itu, untuk tahun depan, perseroan berencana akan tetap menganggarkan dana capex sebesar US$ 5 juta atau sama dengan tahun ini.
"Tahun depan kita masih menganggarkan capex sama seperti tahun ini tampaknya. Mengingat pasar yang masih dalam tren penurunan," katanya.
(gir/ded)