Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Chevron IndoAsia Business Unit (IBU) melego dua wilayah kerja panas bumi Gunung Salak di Kabupaten Sukabumi dan Darajat di Garut membuat pening 400 pekerja Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS).
Pasalnya proses lelang yang sudah memasuki tahap akhir evaluasi final dan pengumuman pemenang, tidak dibarengi dengan pemenuhan hak-hak pekerja oleh dua perusahaan tersebut secara adil.
Indra Kurniawan, Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI) membeberkan selama proses penjualan dua aset panas bumi itu berjalan, perusahaan malah memindahkan pekerja dari entitas bisnis lain yaitu Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan Chevron Indonesia Company (CICO) ke CGI dan CGS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia khawatir hal ini bakal membuat jumlah pekerja CGI dan CGS menggelembung. Melebihi total jumlah pekerja di dua aset tersebut saat ini sebanyak 400 orang.
“Kalau jumlah pekerjanya berlebih, kami khawatir saat peralihan kepemilikan nanti justru akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan efisiensi di kemudian hari,” kata Indra, Selasa (25/10).
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai operator Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Darajat sendiri mengaku para pekerja tidak mempermasalahkan, siapa perusahaan pemilik baru wilayah kerja panasbumi (WKP) Gunung Salak dan Darajat nantinya.
Pasalnya, pilihan Chevron untuk menjual aset panas buminya di Indonesia merupakan keputusan bisnis manajemen. Di mana pekerja tidak memiliki suara untuk mempengaruhinya.
Satu hal yang menjadi masalah bagi Indra adalah, Chevron akan memberikan pesangon melalui program ‘Reset To Zero’ atau menihilkan masa kerja terhadap pekerja dari CPI dan CICO yang dipindahkan ke entitas CGI dan CGS.
“Sementara pekerja yang dari awal bekerja di CGI/CGS, yang jumlahnya mayoritas tidak akan diberikan pesangon,” keluhnya.
Indra berpendapat, perbedaan perlakuan yang jauh dari rasa keadilan dan kesetaraan ini sangat jelas dampaknya akan menimbulkan ketidakharmonisan hubungan sesama pekerja.
“Hal ini juga harus menjadi perhatian calon investor baru WKP Gunung Salak dan Darajat. Ada hal-hal yang kepada serikat pekerja saja tidak dikomunikasikan secara terbuka oleh manajemen, apalagi kepada perusahaan yang akan membeli dua aset tersebut,” kata Indra.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mendapat laporan perihal proses penjualan WKP Darajat dan Gunung Salak oleh Chevron, dengan alasan ingin fokus berbisnis minyak dan gas bumi yang merupakan bisnis inti perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menuturkan ada enam perusahaan yang bertahan masuk tahap final proses penjualan yang dimulai sejak pertengahan tahun ini. Dari 44 perusahaan yang mengajukan penawaran, disaring oleh Chevron menjadi 14 perusahaan dan akhirnya mengerucut tinggal enam.
"Ke-enam perusahaan tersebut sekarang dalam tahap mengajukan proposal. Mengajukan proposal kan lama, karena kan ada beberapa konsep seperti tenaga kerja, konsep masa depan, hingga konsep ekonominya," ujar Yunus, Selasa (18/10) lalu.
Enam perusahaan tersebut terdiri dari PT Pertamina (Persero), PT Medco Energi International Tbk, PT PLN (Persero), Mitsui, Marubeni, dan Star Energy. Negosiasi antara peserta lelang dengan Chevron, lanjutnya, akan dilakukan November mendatang.
"Kalau sekarang sih mereka pada tahapan ke-lima, yaitu penerimaan penawaran mengikat (binding bid) dari calon bidder. Keputusan akhirnya mungkin di Januari mendatang," ungkapnya.