Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) mengantongi laba sebanyak US$2,83 miliar setara Rp36,79 triliun (asumsi kurs Rp13.000 per dolar AS), sejak awal tahun hingga kuartal III tahun 2016. Angka ini terbilang lebih besar dua kali lipat dibanding realisasi laba sepanjang 2015 sebesar US$1,42 miliar.
Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengatakan, capaian itu sebagian besar masih disebabkan oleh efisiensi di biaya operasional Pertamina. Menurutnya, efisiensi yang dilakukan Pertamina hingga kuartal III 2016 mencapai US$1,6 miliar.
Hasilnya, margin pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) meningkat dari 12,78 persen pada tahun 2015 menjadi 23,78 persen hingga kuartal III 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di saat harga migas yang tengah menurun, memang efisiensi sangat penting. Tahun ini efisiensi bisa sampai US$1,6 miliar sampai September. Ketika
revenue jatuh, menciptakan laba bagus ya efisiensi," ujarnya di Jakarta, Selasa (1/11).
Ia bersyukur laba bisa membaik meski pendapatan belum menunjukkan perbaikan. Sampai kuartal III 2016, pendapatan usaha Pertamina mencapai US$26,62 miliar, atau baru mencapai 61,74 persen dari realisasi pendapatan tahun 2015 sebesar US$41,76 miliar.
Meski demikian, ia menganggap laba ini bisa memperbaiki arus kas perseroan. Pasalnya, perusahaan membutuhkan banyak dana untuk melakukan berbagai proyek.
Menurut catatan Dwi, setidaknya Pertamina membutuhkan belanja modal (
capital expenditure/capex) kumulatif sebanyak US$140 miliar antara tahun 2016 hingga 2025, yang sebagian besar digunakan untuk membiayai proyek hulu migas dan pengolahan.
"Untuk bisa investasi di hulu migas saja, setidaknya butuh US$70 miliar hingga tahun 2025. Semoga kami bisa mengimbangi dengan kemampuan kas yang mumpuni. Hingga kuartal III kemarin kami juga berhasil menekan pinjaman dari US$5 miliar di 2015 menjadi US$140 juta saja," terangnya.
Di samping itu, ia menjelaskan adanya potensi laba ke depan jika seluruh cadangan terbukti (
proven) migas ke depan bisa dikelola oleh Pertamina. Setidaknya, aktivitas tersebut bisa menambah pendapatan perseroan menjadi US$100 hingga US$150 miliar, sehingga ada potensi tambahan laba sekitar US$15 miliar hingga US$20 miliar.
"Kalau potensi pendapatan yang belum maksimal di-
leverage itu diutilisasi, bisa saja kami gunakan untuk eksplorasi laut dalam," lanjut Dwi.
(gir)