Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menegaskan tidak akan memberikan alokasi subsidi bagi PT Pertamina (Persero) untuk mendukung kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga di Papua. Subsidi biaya logistik pengadaan BBM di Papua tetap akan ditanggung oleh perusahaan minyak pelat merah tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan beralasan bahwa kemampuan keuangan Pertamina masih mumpuni untuk melakukan subsidi secara internal. Menurutnya, angka subsidi logistik yang digelontorkan Pertamina dalam setahun sebesar Rp800 miliar demi BBM satu harga, dianggapnya tidak sebanding dengan laba yang dihasilkan Pertamina per tahunnya.
Merujuk pada laporan keuangan Pertamina tahun 2015, laba sebelum Pajak Penghasilan (PPh) perseroan tercatat US$3,01 miliar, atau senilai Rp39,09 triliun. Dengan asumsi angka tersebut, Jonan mengatakan subsidi logistik tersebut hanya 2 persen dari jumlah labanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara keseluruhan, bisnis Pertamina tidak akan rugi gara-gara kebijakan BBM satu harga. Bandingkan saja, tambahan biaya yang mereka keluarkan Rp800 miliar, sedangkan keuntungan mereka sebelum pajak mencapai Rp40 triliun," jelas Jonan di Gedung Sekretariat Negara, Kamis (27/8).
Ia melanjutkan, sejak awal BBM satu harga ini tak ada tujuan lain selain menciptakan keadilan sosial di wilayah pedalaman. Maka dari itu, alih-alih memikirkan beban Pertamina, lebih baik bagi dirinya untuk memikirkan pengawasan implementasi kebijakan ini.
"Yang jadi tantangan itu tentunya pengawasan harus dijalankan dari waktu ke waktu supaya tidak ada harga eceran berbeda yang sampai ke tangan konsumen," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Peraturan Menteri ESDM terkait mekanisme subsidi yang bisa dilakukan Pertamina harusnya sudah bisa terbit pada pekan depan. Beleid ini, lanjutnya, perlu cepat dilakukan mengingat pelaksanaan kebijakan BBM satu harga harus dimulai 1 Januari 2017.
"Yang jadi target bagi kami, dari Sabang sampai Merauke itu harga ecerannya ke konsumen harus sama. Targetnya tetap 1 Januari 2017 bisa berjalan," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Pertamina, Ahmad Bambang mengatakan BBM yang diberikan fasilitas satu harga merupakan BBM dengan harga penugasan. Dengan demikian, maka Pertamina tidak bisa menetapkan harga diskriminatif di lokasi lain di luar Papua dan menerapkan subsidi silang.
Namun, Pertamina siap mengalokasikan keuntungan-keuntungan dari lini bisnis lain untuk menutupi subsidi logistik BBM di Papua. Beberapa keuntungan lini usaha yang bisa digunakan antara lain dari penjualan BBM non-penugasan, avtur, pelumas, elpiji non-subsidi, aspal, dan petrokimia.
"Yang bisa dilakukan oleh kami, adalah menggunakan keuntungan bisnis lainnya untuk menutupi kerugian atau subsidi di daerah lain," jelas Ahmad kepada
CNNIndonesia.com, pekan lalu.
(gir/ags)