Pertamina Uji Kemampuan Kelola Blok Migas Laut Dalam

CNN Indonesia
Rabu, 02 Nov 2016 16:06 WIB
Angka produksi blok Offshore North West Java (ONWJ) dan Blok West Madura Offshore (WMO) yang berhasil dipertahankan usai dikelola Pertamina.
Angka produksi blok Offshore North West Java (ONWJ) dan Blok West Madura Offshore (WMO) yang berhasil dipertahankan usai dikelola Pertamina. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) membuktikan kemampuannya dalam mengelola blok minyak dan gas bumi (migas) yang berada di laut dalam. Hal tersebut terlihat dari angka produksi blok Offshore North West Java (ONWJ) dan Blok West Madura Offshore (WMO) yang berhasil dipertahankan usai berganti operator.

Pada 2015, Blok ONWJ yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), membukukan produksi minyak sebesar 40 ribu barel per hari (bph). Sedangkan produksi gas PHE ONWJ di tahun yang sama mencapai 178 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), melampaui target dalam work, program, and budget (WP&B) sebesar 175 MMSCFD.

Sementara tahun ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menetapkan target produksi PHE ONWJ sebesar 37.300 BOPD dan 163 MMSCFD. Hingga Mei 2016, PHE ONWJ membukukan catatan produksi sebesar 37.112 BOPD dan 172,5 MMSCFD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk produksi dari Blok WMO yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (WMO), SKK Migas memasang target sebesar 9.300 BOPD untuk minyak dan sebesar 102,6 MMSCFD gas bumi. Sampai Mei 2016 tercatat produksi minyak mencapai 10.411 BOPD atau 111,9 persen dari WP&B Revisi 2016 dan produksi gas sebesar 105,735 MMSCFD atau 103 persen dari target WP&B Revisi 2016.

Blok ONWJ memasok gas bagi PT PLN (Persero) sekitar 100-120 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) ke PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok dan dari gas itu PLN memproduksi daya sekitar 450 Megawatt (MW).

ONWJ juga memasok gas sebagai bahan baku pembuatan pupuk untuk Pupuk Kujang, Cikampek Jabar, pasokan gas untuk Refinery Unit VI Balongan, Indramayu serta pasokan untuk bahan bakar gas yang dibutuhkan untuk konversi BBM ke bahan bakar gas.

“Pencapaian produksi PHE ONWJ dan PHE WMO merupakan hasil positif yang didapat melalui realisasi berbagai rencana kerja seperti pemboran, workover, well service serta perbaikan dan perawatan fasilitas produksi,” kata Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, Rabu (2/11).

Taslim Z Yunus, Kepala Divisi Humas SKK Migas, sebelumnya menyatakan besarnya risiko dalam pengelolaan laut dalam menjadi alasan bagi SKK Migas untuk tidak banyak menyerahkan pengelolaan blok-blok yang tingkat kesulitannya tinggi kepada Pertamina. Selain itu, perusahaan-perusahaan migas raksasa asing punya keahlian yang mumpuni.

Namun menurut Syamsu Alam, secara umum seluruh bekas blok operator sebelumnya memiliki kinerja yang lebih baik usai dikelola perusahaan pelat merah tempatnya bekerja.

"Untuk CPP (Central Processing Plant), itu hanya satu dari sekian banyak blok dan pengelolaannya pun tidak pure oleh Pertamina, tetapi secara bersama dengan BUMD setempat," tandas Syamsu.

Sementara Komaidi Notonegoro, Pengamat Migas ReforMiner Institute menilai tidak seluruh blok yang diambil alih Pertamina sesukses seperti ONWJ. Ada wilayah-wilayah migas lainnya tertentu yang mengalami penurunan produksi seiring penurunan kemampuan alamiah.

"Untuk itu Pertamina juga harus selektif terhadap blok yang habis kontraknya. Kalau masih menarik secara bisnis dan memiliki kemampuan yang cukup bisa diambil. tapi kalau secara ekonomi tidak cukup menguntungkan juga tidak perlu dipaksakan masuk," kata dia.

Fahmi Radhi, Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada, mengatakan sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang 100 persen sahamnya dikuasai negara, maka Pertamina seharusnya diberikan privilege untuk mengelola lahan migas yang kontrak sudah berakhir.

Pertamina, lanjut Fahmi, merupakan representasi negara dalam pengelolaan sumber daya migas, seperti diamanatkan pasal 33 UUD 1945. Akibat kebijakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 yang sangat liberal, menyebabkan Pertamina selalu kalah dalam proses lelang dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) asing sehingga Pertamina tidak diberi kesempatan untuk mengelola lahan migas di negeri sendiri.

“Mestinya semua komponen bangsa harus mendukung Pertamina untuk mengelola lahan migas di negeri sendiri, bukan malah menguntungkan asing,” tandas dia.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER