Intervensi, BI Mengaku Tak Banyak Kucurkan Cadangan Devisa

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 17 Nov 2016 20:43 WIB
Bank Indonesia mengilustrasikan transaksi pasar valas di Indonesia yang masih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Bank Indonesia mengilustrasikan transaksi pasar valas di Indonesia yang masih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kondisi nilai tukar rupiah pasca hasil pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) sempat melemah pada minggu lalu, dan kembali stabil. Bank Indonesia (BI) mengaku tak banyak menggelontorkan cadangan devisa untuk intervensi di pasar uang.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan dalam menjaga stabilitas kurs, BI akan selalu berada di pasar jika sewaktu-waktu dibutuhkan intervensi.

Dalam aksi untuk memulihkan nilai rupiah pekan lalu, BI mengaku tidak banyak menghabiskan cadangan devisa untuk menstabilkan rupiah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini cadangan devisa Indonesia berjumlah US$115 miliar dan dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah dalam kurun waktu 8 bulan ke depan.

Meski tidak menyebut angka secara detil, Mirza mengilustrasikan transaksi pasar valas di Indonesia yang masih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Di Indonesia volume transaksi pasar valas hanya mencapai US$2 miliar per hari, jika digabung dengan aktivitas korporasi, transaksi valas bisa mencpai US$4-5 miliar per hari.

Angka tersebut berbeda jauh dengan Malaysia dan Singapura yang masing-masing telah mencapai US$10 miliar dan US$350 miliar per hari.

"Dengan market segitu, Indonesia tidak perlu besar-besar untuk melakukan intervensi," ujar Mirza, Kamis (17/11).

Pada kesempatan yang sama, Gubernur BI Agus D.W Martowardojo mengatakan nilai tukar rupiah sempat stabil dan menguat sebelum kemenangan Donald Trump diumumkan.

Hingga Oktober rupiah Selama triwulan III 2016 nilai tukar rupiah, secara rata-rata, menguat sebesar 1,39 persen dan mencapai level Rp 13.130 per dolar AS.

Penguatan nilai tukar rupiah terus berlanjut di bulan Oktober 2016 sebesar 0,71 persen dan ditutup di level Rp13.048 per dolar AS dan  jika dilihat sejak awal tahun, nilai tukar rupiah masih menguat 2,97 persen.

Namun sejak awal November hingga 16 November 2016, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sebesar 2,53 persen menjadi Rp13.378 per dolar AS.
 
Pelemahan tersebut sempat memicu peningkatan transaksi valuta asing Non Deliverable Forward (NDF) di Singapura pada pekan lalu. NDF merupakan kontrak jual beli valas dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan kurs yang telah ditentukan di awal.

Peningkatan transaksi tersebut merupakan respon investor atas hasil Pemilu AS yang dinilai mengejutkan. Pelaku pasar melakukan transaksi NDF sebagai bentuk hedging (lindung nilai) atas risiko volatilitas kurs rupiah yang terus menjadi bahan spekulasi.

"Memang kondisi hasil pemilu itu hasilnya membawa banyak ketidak pastian, dan itu membuat terjadi capital volatile sehingga portfolio manager melepas posisinya untuk hedging, itu lah kenapa banyak kemudian yang mengambil posisi NDF," ujar Agus.

"Ke depan, kami masih melihat akan ada periode yang akan terus diwaspadai," lanjutnya. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER