Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi
window dressing atau aksi beli saham untuk memperbaiki portofolio mulai terlihat menjelang akhir tahun.
Sektor keuangan yang sempat mengalami pelemahan imbas kemenangan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) pada November lalu, kini mulai mengalami kebangkitan.
Sektor keuangan berhasil memimpin indeks sektoral sepanjang pekan ini dengan penguatan sebesar 1,73 persen menjadi 783,395 jika dibandingkan dengan pekan lalu 770,090.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analis Recapital Securities Kiswoyo Adi Joe menyatakan pencapaian sektor keuangan pekan ini ditopang oleh
window dressing yang biasa terjadi menjelang akhir tahun.
Window dressing sendiri dapat diartikan sebagai sebuah strategi yang dilakukan oleh perusahaan manajer investasi untuk mempercantik portofolio atau performa keuangan sebelum ditampilkan kepada klien atau pemegang saham.
“
Window dressing tidak terjadi pada semua saham, perusahaan manajer investasi akan memilih saham-saham tertentu. Jadi mereka (perusahaan manajer investasi) melakukan aksi beli yang banyak biar harga saham itu naik,” ujar Kiswoyo saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Perusahaan manajer investasi, sambung Kiswoyo, cenderung memilih saham perbankan untuk mempercantik portofolio hingga akhir tahun karena sektor perbankan dapat dikatakan sebagai tulang punggung dari laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kapitalisasi pasar saham perbankan, katanya, bisa mencapai 30 persen terhadap IHSG.
Saham perbankan yang mengalami kenaikan harga saham di antaranya adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
BNI TertinggiKetika harga saham milik empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut dibandingkan, pertumbuhan harga saham BNI tercatat paling tinggi dibandingkan tiga perusahaan lainnya.
Harga saham BNI ditutup pada level Rp5.475 akhir pekan ini atau setara dengan kenaikan hingga 3,3 persen dibandingkan pekan sebelumnya yang berakhir pada level Rp5.300.
Sementara, Bank Mandiri menyusul kenaikan harga saham sebesar 2,57 persen, kemudian Bank BRI naik 1,54 persen, dan Bank BCA naik tipis 0,17 persen.
Sementara itu, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), penguatan sektor keuangan juga diikuti oleh sektor industri dasar sebesar 1,7 persen, infrastruktur sebesar 1,51 persen, agrikultur 1,14 persen, barang dan konsumsi 1,26 persen, manufaktur 1,09 persen, perdagangan 0,78 persen, properti 0,69 persen, dan pertambangan 0,16 persen.
Aneka Industri TurunAdapun sektor aneka industri menjadi satu-satunya sektor yang mengalami penurunan sebesar 0,17 persen. Menurut Kiswoyo, pelemahan sektor aneka industri dipengaruhi oleh harga saham PT Astra International Tbk (ASII).
Astra International sejauh ini masih menjadi motor penggerak dari sektor aneka industri. Sehingga, ketika harga saham Astra International turun, sektor aneka industri akan terkena imbasnya.
Harga saham Astra International pada akhir pekan ditutup pada level Rp7.825. Sementara, akhir pekan lalu harga saham Astra International ditutup Rp7.850. Artinya, harga saham perusahaan tersebut hanya menurun sedikit yakni, 0,31 persen.
“Kinerja Astra International begitu-begitu saja, masih belum bagus. Jadi jelang akhir tahun tidak mendapat window dressing. Lalu sahamnya juga kemarin-kemarin sudah naik terlalu tinggi,” ujar Kiswoyo.
Harga saham Astra International sepanjang November lalu sempat naik hingga ke level Rp8.300. Kondisi itu terjadi pada 10 November. Namun keesokan harinya harga saham langsung anjlok ke level Rp7.700.
Setelah itu, harga saham Astra International terpantau tak pernah menyentuh harga Rp8.000 lagi hingga perdagangan akhir pekan ini.
(asa)