Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS) Chevron mengumumkan lelang aset-aset panas bumi miliknya di Indonesia dan Filipina dimenangkan oleh konsorsium Star Energy.
Executive Vice President, Upstream, Chevron Corporation Jay Johnson menjelaskan anak-anak usahanya di dua negara tersebut telah menandatangani kontrak jual beli aset panas bumi dengan konsorsium yang beranggotakan Star Energy Group Holdings, Star Energy Geothermal, AC Energy (afiliasi Ayala Group Philippines) dan EGCO dari Thailand. Penandatanganan sendiri kontrak dilakukan pada hari ini.
Seperti diketahui dua aset panas bumi Chevron di Indonesia yang dalam enam bulan terakhir menjalani proses lelang adalah lapangan panas bumi Darajat dan Gunung Salak di Jawa Barat. Tidak disebutkan berapa duit yang harus dibayarkan Star Energy untuk menebus dua aset Chevron tersebut, yang diperkirakan bernilai US$3 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
WKP Gunung Salak merupakan aset panas bumi terbesar di Indonesia dengan kapasitas maksimum 377 MW. Sementara WKP Darajat saat ini menghasilkan listrik sebesar 270 MW.
Sementara di Filipina, Chevron memiliki 40 persen saham di Philippine Geothermal Production Company, Inc. yang mengoperasikan pembangkit listrik panas bumi Tiwi dan Mak-Ban di Selatan Luzon.
“Aset-aset ini menghasilkan energi yang andal untuk mendukung kebutuhan ekonomi Asia Pasifik yang berkembang. Penjualan ini sejalan dengan strategi untuk memaksimalkan nilai bisnis hulu global kami melalui pengelolaan portofolio yang efektif,” kata Johnson dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (23/12).
Pasca akuisisi tersebut, kepemilikan dua wilayah kerja panas bumi (WKP) Darajat dan Gunung Salak mayoritas dikempit Star Energy Geothermal yakni 68,31 persen, sedangkan AC Enegry sebesar 19,3 persen dan EGCO 11,89 persen.
Akuisisi ini menjadi bagian dari upaya Star Energy menjadi pemain listrik panas bumi besar. Di mana perusahaan menargetkan bisa menjadi operator listrik panas bumi dengan kapasitas 600 MW pada 2028 nanti.