Ekonomi Global Loyo, Ekspor Tahun Ini Sentuh Titik Nadir

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 29 Des 2016 16:33 WIB
Walaupun secara nilai ekspor Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan impor, namun pertumbuhan ekspor minus 8,04 persen.
Walaupun secara nilai ekspor Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan impor, namun pertumbuhan ekspor minus 8,04 persen. (CNN Indonesia/Djonet Sugiarto).
Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kinerja ekspor nasional di sepanjang tahun ini berada pada posisi terendah atau titik nadir. Selain karena pertumbuhan ekonomi dan perdangangan global melambat, tren ekspor juga cenderung turun dikarenakan oleh pemerintah yang terlalu lambat dalam melakukan diversifikasi pasar.

"Ekspor kita ini memang telah mencapai titik nadir atau titik paling rendah. Selama lima tahun berturut-turut, ekspor kita ini turun terus," ujar Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (29/12).

Ahmad mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2016 rontok sebesar 15,81 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walaupun secara nilai ekspor Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan impor, namun pertumbuhan ekspor minus 8,04 persen atau terkoreksi lebih besar ketimbang impor, yaitu negatif 7,50 persen.

Melemahnya ekspor juga disebabkan oleh kegagalan pemerintah dalam menjaga daya saing produk Indonesia. Misalnya, produk tekstil domestik yang kini kalah bersaing dengan produk Bangladesh, Sri Lanka, dan Vietnam di Amerika Serikat (AS).

"Kita perlu mengembalikan daya saing produk kita yang sebenarnya sudah unggul di negara pasar tradisional supaya tidak tertinggal atau tersalip oleh produk-produk dari negara kompetitor," terangnya.

Ke depan, pemerintah harus lebih cepat dalam membuka pasar baru yang potensial untuk produk ekspor Indonesia ke negara non tradisional, seperti Afrika Selatan dan Timur Tengah.

"Banyak negara-negara yang sedang berkembang dan itu harusnya bisa kita isi dengan produk-produk ekspor kita," imbuh Ahmad.

Dari sisi impor, Ahmad mencermati adanya penurunan impor bahan baku dan penolong serta barang modal sepanjang tahun ini. Di sisi lain, impor barang konsumsi masih mengalami kenaikan.

BPS mencatat sepanjang Januari-Oktober 2016, impor bahan baku terkontraksi 8,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan impor barang modal minus 11,8 persen. Sementara, impor barang konsumsi meningkat 13,75 persen.

"‎Jadi, surplus neraca perdagangan sekarang ini sudah tidak sehat karena bukan ditopang dari kenaikan ekspor, melainkan dari penurunan impor bahan baku dan barang modal," pungkasnya. (bir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER