Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) menjamin tidak ada dualisme harga
Liquefied Petroleum Gas (LPG/Elpiji) dengan volume 3 kilogram (kg) selepas implementasi subsidi tertutup elpiji melon yang rencananya mulai dilakukan pada bulan Maret mendatang.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, harga elpiji melon nanti dipastikan sesuai harga pasar. Namun, karena subsidi rencananya diberikan secara langsung melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang diterbitkan Kementerian Sosial, nanti masyarakat miskin bisa membeli elpiji melon menggunakan kartu tersebut.
"Tentunya harga elpiji 3 kg nantinya akan sama di pasaran. Tetap satu harga. Masyarakat penerima subsidi langsung juga beli dengan harga pasar, namun mereka membeli dengan kartu yang diterbitkan oleh Kemensos," terang Wianda, Rabu (18/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia menuturkan, saat ini pemerintah dan Pertamina tengah menggodok harga elpiji 3 kg yang sedianya akan berlaku pada Maret mendatang. Saat ini, lanjutnya, Harga Eceran Tertinggi (HET) di titik serah tercatat Rp12.750 per tabung, sesuai Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28 Tahun 2008.
Namun, jika harga elpiji 3 kg nantinya berubah, maka penjualan elpiji di tingkat pengecer perlu diawasi agar tidak terlampau mahal. Pasalnya, sampai saat ini belum ada aturan yang mengatur harga jual elpiji di tingkat pengecer.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk membeli elpiji di pangkalan resmi elpiji milik Pertamina. "Kalau memang harga tidak sesuai, maka bisa ke pangkalan resmi. Sekarang pun kami memiliki 5 ribuan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang menjual elpiji 3 kg dan 12 kg," jelasnya.
Dengan demikian, maka masyarakat non-miskin harus mau menerima penyesuaian harga elpiji 3 kg. Menurut Wianda, ini dilakukan agar subsidi elpiji bisa dilakukan secara tepat sasaran. Karena selama ini, ketepatan penyaluran subsidi perlu dipertanyakan.
Ia berkaca dari paket perdana elpiji yang disebar ke 57 juta kepala keluarga dengan pertumbuhan konsumsi sebesar 16,5 persen per tahun. Menurutnya, belum tentu pertumbuhan itu disumbang oleh konsumsi masyarakat tidak mampu.
Bahkan, ia yakin masih ada keluarga miskin yang belum melakukan konversi minyak tanah ke elpiji hingga saat ini. Dengan pelaksanaan subsidi langsung ini, ia yakin masyarakat miskin bisa mendapatkan elpiji. Apalagi, ini didukung oleh pendataan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
"Maka dari itu, saat ini pemerintah sedang mengubah peraturan terkait penerima elpiji bersubsidi. Di situ nanti tertulis bahwa elpiji subsidi hanya untuk masyarakat miskin," pungkas Wianda.
Menurut data Kementerian ESDM, saat ini tabung epliji 3 kg sudah terdistribusi kepada 57 juta rumah tangga. Namun, sesuai data TNP2K, hanya 25,7 juta kepala keluarga yang terbilang pantas mendapatkan elpiji bersubsidi. Sehingga, akan ada 31,3 juta kepala keluarga yang tidak bisa mendapatkan elpiji bersubsidi di tahun ini.
Sebagai informasi, volume elpiji bersubsidi di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 dipatok sebesar 7,09 juta ton. Angka itu lebih besar dibanding APBNP tahun 2016 sebesar 6,25 juta ton.
(gen)