Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah mengenakan tarif pajak progresif terhadap tanah-tanah menganggur rupanya menimbulkan pro-kontra di mata para pengembang.
PT Intiland Development Tbk. menilai rencana pemerintah untuk mengenakan pajak progresif akan membantu pengembang karena menyasar pada spekulan tanah yang kerap memainkan harga tanah.
"Terlihat bahwa pemerintah mengenakan pajak progresif kepada para spekulan. Kami pasti nomor satu mendukung pemerintah untuk hilangkan spekulan," ujar Sekretaris Perusahaan Intiland Theresia Rustandi kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (5/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Theresia, kebijakan tersebut akan ampuh memberantas aksi spekulasi tanah yang sangat menghambat kinerja pengembang. Pasalnya, banyak spekulan tanah yang memasang harga tinggi dan membuat akuisisi tanah yang dikerjakan pengembang molor berbulan-bulan hingga tahunan.
Sementara itu, Theresia meyakini, pemerintah tak akan mengenakan pajak progresif kepada tabungan tanah atau
land bank milik pengembang. Sebab, pemerintah dinilai akan seobjektif mungkin mengenakan pajak pada tanah yang tak produktif sedangkan tanah yang produktif akan selamat dari pajak progresif.
"Ibarat industri manufaktur, tanah ini bahan baku pengembang yang kalau diolah akan memberi hasil bahkan menggerakkan roda ekonomi," imbuhnya.
Adapun saat ini Intiland memiliki land bank sebanyak 2.037 hektare dengan 625 hektare tanah telah masuk tahap pengembangan. Sedangkan sisanya, 1.412 hektare masih dalam tahap konsolidasi pengembangan.
Sementara itu, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) justru menilai bahwa pemerintah patut memukul rata pengenaan pajak progresif tanah kepada
land bank milik pengembang.
"Ada banyak tanah yang dimiliki pengembang besar sengaja disimpan, mereka tak langsung mengeksekusi sehingga harga melonjak. Ini mengganggu sehingga saya sepakat untuk pajak progresif," kata Ketua Apersi Eddy Ganefo.
Menurutnya,
land bank milik pengembang besar turut memberi andil pada kenaikan harga tanah. Sementara, harga tanah yang tinggi tak bersahabat untuk pembangunan perumahan sederhana dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Akibatnya, perumahan sederhana dan MBR harus terpinggirkan dari kota-kota besar karena tingginya harga tanah di kota yang juga dikuasai oleh pengembang besar, namun tak kunjung dibangun.
Belum lagi, imbasnya terhadap pengembang perumahan sederhana dan MBR, harga tanah yang tinggi membuat negosiasi pembelian lahan menjadi lambat dan melambankan gerak pembangunan rumah bersubsidi yang dibutuhkan masyarakat.
Sehingga dengan pengenaan pajak progresif tanah, diharapkan pengembang besar dapat melakukan pembangunan lebih cepat dan menciptakan iklim pembangunan perumahan yang lebih kondusif.
Seperti diketahui, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil melayangkan rencana pengenaan pajak progresif terhadap tanah menganggur untuk menekan keberadaan spekulan tanah dan mengubah kebiasaan investasi kepemilikan tanah yang dilakukan masyarakat.
Namun, rencana ini belum dilengkapi dengan formula pasti mengenai definisi tanah menganggur, jenis tarif yang dikenakan, besaran tarif, dan mekanisme lainnya.
Sofyan memastikan, dirinya akan berdiskusi lebih jauh dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk meracik formula tersebut.
Sementara terkait pengenaan pajak progresif terhadap pengembang, Sofyan menyebutkan bahwa pemerintah masih mengkaji hal tersebut.
"Jangan sampai kebijakan ini istilahnya membunuh angsa bertelur emas. Jangan sampai terjadi distorsi investasi," ujarnya.