ANALISIS

Menguji Kekuatan RI jadi Mesin Ekonomi Terbesar Keempat Dunia

CNN Indonesia
Sabtu, 11 Feb 2017 12:45 WIB
Dalam laporan terbarunya, PwC menilai Indonesia bisa memiliki PDB terbesar keempat dunia pada 2050 mendatang. Realistiskah ramalan tersebut?
Ilustrasi pembangunan di Indonesia. (Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia, boleh jadi salah satu negara yang mampu selamat dari arus perlambatan ekonomi dunia. Setidaknya di tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menyentuh angka 5,02 persen, meski sedikit di bawah target.

Boleh jadi juga, hal ini yang membuat beberapa lembaga survei berani memprediksi bahwa ekonomi negara kepulauan kian melesat dalam beberapa tahun ke depan. Bahkan, lembaga audit internasional Pricewaterhouse Coopers (PwC) teramat yakin bahwa ekonomi Indonesia mampu bertengger di posisi lima di 2030 dan di posisi empat pada 2050 mendatang.

Namun ramalan lembaga swasta, kerap kali berubah. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh besar kepala dengan ramalan tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bergantung pada konsumsi rumah tangga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga mengambil peran 56,5 persen dari seluruh perekonomian Indonesia di tahun lalu.

Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartarti mengatakan, sumbangan konsumsi rumah tangga di beberapa tahun ke depan masih akan besar kontribusinya. Pasalnya, jumlah penduduk Indonesia yang kian tinggi akan mengerek konsumsi rumah tangga.

Kedua, investasi. Enny melihat, sentimen dan iklim investasi masih menjadi penentu deras atau tidaknya aliran investasi ke Tanah Air. Adapun saat ini, keriuhan politik dalam negeri saat ini, yang ditandai dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memberi pengaruh negatif pada investasi.
"Padahal Indonesia punya beberapa industri yang mampu bersaing bila kebanjiran investasi," ujar Enny kepada CNNIndonesia.com, Jumat (10/2).

Sayangnya, catatan terakhir dari BPS, pertumbuhan investasi seret dikisaran 4,48 persen dari sebelumnya 5,01 persen di 2015.

Ketiga, pengeluaran pemerintah. BPS mencatat, konsumsi pemerintah justru negatif 0,15 persen di tahun lalu dan hanya menyumbang 9,45 persen ke perekonomian. Padahal, konsumsi pemerintah seharusnya mampu menjadi stimulus pertumbuhan.

Konsumsi pemerintah yang merosot, tidak lain dan tidak bukan karena pemangkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Hal tersebut terpaksa dilakukannya karena mengendus rendahnya potensi penerimaan negara.

Reformasi Pajak

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER