Berkutat di masalah perizinan, Freeport akhirnya belum bisa melakukan ekspor sebulan terakhir. Hingga akhirnya, induk usaha Freeport Indonesia, Freeport-McMoran Inc mengancam akan mengurangi tenaga kerja, menahan investasi pertambangan bawah tanah, dan mengurangi produksi menjadi 40 persen dari kapasitas total agar sesuai dengan kapasitas yang dimiliki PT Smelting jika pemerintah tidak memberikan izin ekspor konsentrat lagi.
Di samping itu, Freeport menyatakan tak tertarik untuk melanjutkan pembangunan
smelter jika pemerintah tak segera mengeluarkan izin tersebut. Untuk kesekian kalinya, Freeport menyinggung kembali masalah
smelter.
Demi menanggulangi polemik ekspor, pemerintah sempat terbesit untuk menerbitkan IUPK sementara sebagai solusi. Pemerintah mengakui, pemberian IUPK sementara ini dilakukan agar Freeport bisa ekspor. Namun, pemerintah membantah ini dilakukan gara-gara ketar-ketir menghadapi ancaman Freeport.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polemik ini memasuki babak baru pada pekan lalu, di mana pemerintah setuju mengubah status izin Freeport dari KK menjadi IUPK. Meski, pemberian izin ini masih mengundang tanda tanya besar. Pasalnya, belum ada kejelasan apakah Freeport menerima ketentuan fiskal berstatus prevailing atau tidak.
"Saya belum bilang Freeport setuju atau tidak, biar mereka beri tanggapan dulu. Setelah itu, akan ada insentif dan dilihat setelah
prevailing kemudian," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono, akhir pekan lalu.
Dengan perubahan ini, ia berharap Freeport bisa segera melakukan ekspor. "Kami berharap, kedua perusahaan itu mengajukan izin ekspor agar kami bisa memproses. Tentu saja harus dilengkapi persyaratan yang dibutuhkan," jelasnya.