Ekonom Nilai LKD dan Laku Pandai Belum Optimal

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 28 Feb 2017 21:53 WIB
Salah satu persoalan, proses transaksi lambat. Ada 1,08 persen pengguna yang mengalami permasahan transaksi seperti dana yang tidak sampai ke tangan penerima.
Salah satu persoalan, proses transaksi lambat. Ada 1,08 persen pengguna yang mengalami permasahan transaksi seperti dana yang tidak sampai ke tangan penerima. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma).
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menilai program Layanan Keuangan Digital (LKD) dan Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) belum secara optimal mendongkrak tingkat inklusi keuangan.

LPEM UI mencatat sejumlah kendala terkait implementasi layanan inklusi keuangan digital perlu diselesaikan dalam rangka mengejar target pertumbuhan kepemilikan rekening masyarakat sebesar 75 persen dari kondisi saat ini yang masih 36 persen.

Dalam survei yang dilakukan di dua provinsi, yakni Aceh dan Nusa Tenggara Barat, LPEM FEB UI menemukan jumlah agen inklusi keuangan masih terbatas. Jika pun ada, banyak agen inklusi keuangan yang berlokasi dekat dengan bank dan ATM. Ini membuat peran agen tidak optimal karena nasabah lebih memilih menggunakan jasa bank dan ATM.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hambatan utama yang juga kerap dihadapi para agen, kata Peneliti Senior LPEM FEB UI Chaikal Nuryakin, lambatnya proses transaksi akibat koneksi internet yang tidak lancar. Ada sekitar 1,08 persen pengguna yang pernah mengalami permasahan transaksi seperti dana yang tidak sampai ke tangan penerima.

Selain itu, para nasabah LKD dan Laku Pandai juga mayoritas telah menjadi nasabah bank. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan dibentuknya LKD dan Laku Pandai, yaitu untuk meningkatkan partisipasi jumlah masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan (unbankable).

"Kalau kita lihat dari akses, 90 persen pengguna jasa agen laku pandai adalah orang-orang yang sudah mempunyai rekening bank. Kan harusnya LKD itu disasarkan kepada masyarakat yang unbankable, tapi ternyata mayoritasnya adalah pengguna rekening. Ini berarti, program laku pandai dan LKD ini mungkin masih berupa additional services bagi nasabah bank, bukan bagian dari inklusi yang besar," ujarnya, Selasa (28/2).

Akibatnya, sejak pertama kali LKD dan Laku Pandai diluncurkan, proses inklusi keuangan saat ini baru bertumbuh sekitar 10 hingga 20 persen.

Lebih lanjut Chaikal menuturkan, keterbatasan jumlah agen inklusi keuangan seharusnya direspon dengan membuka ruang bagi institusi non perbankan dalam hal ini perusahaan telekomunikasi untuk dapat merekrut agen.

Selama ini, agen inklusi keuangan masih didominasi oleh mitra perbankan. Sementara, potensi agen individual yang dapat direkrut dari agen pulsa, warung, toko, dan kios jumlahnya jauh lebih banyak di pelosok.

"Agen-agen individual tersebut memiliki waktu jauh lebih banyak dibandingkan dengan badan usaha, seperti PT, Koperasi, CV, UD di samping usaha utama, mereka memiliki kemiripan dengan kegiatan dalam memberikan layanan keuangan digital," pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER