Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) melansir kebutuhan pembiayaan infrastruktur kawasan Asia Pasifik yang diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi hingga 2030 mendatang mencapai US$22,6 triliun atau US$1,5 triliun per tahun.
"Kebutuhan infrastruktur di wilayah Asia dan Pasifik jauh lebih besar daripada pasokan yang tersedia saat ini," tutur Presiden ADB Takehiko Nakao dalam keterangan persnya, Selasa (28/2).
Menanggapi hasil laporan ADB bertajuk
Meeting Asia's Infrastructure Needs yang berfokus pada infrastruktur listrik, transportasi, telekomunikasi, serta air dan sanitasi di kawasan Asia dan Pasifik, Nakao mengkaji kebutuhan investasi dan strategi memenuhi pendanaan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam laporan tersebut, kebutuhan pembiayaan bahkan bisa mencapai US$26 triliun atau US$1,7 triliun per tahun. Dengan catatan, memperhitungkan biaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
"Asia memerlukan infrastruktur baru dan diperbaiki yang akan menentukan standar kualitas mendorong pertumbuhan ekonomi, serta merespons tantangan global yang mendesak, yaitu perubahan iklim," ujarnya.
ADB mencatat, pembangunan infrastruktur di 45 negara yang tercakup dalam laporan ini mengalami kenaikan pesat dalam beberapa dekade terakhir dan ikut mendorong pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan taraf hidup.
Namun, masih terdapat kesenjangan infrastruktur yang besar karena lebih dari 400 juta orang belum mendapatkan listrik, 300 juta orang belum dapat mengakses air minum serta sekitar 1,5 miliar orang belum dapat mengakses sanitasi dasar.
Selain itu, banyak negara di kawasan ini yang kekurangan pelabuhan, jalur kereta, dan jalan yang memadai untuk menghubungkan perekonomian tersebut ke pasar domestik dan global secara efisien.
"Karena sektor swasta penting untuk mengisi kesenjangan infrastruktur, ADB akan mendorong kebijakan ramah investasi, serta reformasi regulasi dan kelembagaan, guna mengembangkan berbagai proyek layak bagi kerja sama pemerintah dan badan usaha," imbuh Nakao.
Menurut catatan ADB, dari kebutuhan total yang sudah disesuaikan untuk iklim selama 2016-2030, diperlukan US$14,7 triliun untuk investasi di sektor listrik dan US$8,4 triliun untuk sektor transportasi.
Sedangkan, investasi untuk sektor telekomunikasi akan mencapai US$2,3 triliun, sementara sektor air dan sanitasi akan memerlukan US$800 miliar.
Kawasan Asia Timur diperkirakan akan mengambil porsi hingga 61 persen dari kebutuhan investasi yang sudah disesuaikan dengan perubahan iklim hingga 2030.
Namun, apabila ditinjau dari persentase terhadap PDB, sub-kawasan Pasifik memimpin dengan kebutuhan investasi senilai 9,1 persen dari total PDB, disusul Asia Selatan pada 8,8 persen, Asia Tengah 7,8 persen, Asia Tenggara 5,7 persen dan Asia Timur senilai 5,2 persen.
Saat ini, bank pembangunan multilateral termasuk ADB telah memberikan dukungan sebesar 2,5 persen dari investasi infrastruktur di kawasan Asia yang sedang berkembang. Jika investasi di Tiongkok dan India tidak dihitung, kontribusi bank naik melebihi 10 persen.
Selain pembiayaan, bank berperan penting di Asia dengan membagikan keahlian dan pengetahuan untuk mengidentifikasi, merancang, dan melaksanakan proyek yang baik.
Keahlian dan pengetahuan ini bermanfaat dalam meningkatkan skala operasi, memadukan teknologi yang lebih canggih dan lebih bersih ke dalam proyek, serta merampingkan prosedur.
(bir)