Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Syariah Mandiri (BSM) membukukan laba bersih sebesar Rp325,4 miliar hingga akhir tahun lalu atau tumbuh 12,38 persen dibanding laba BSM per Desember 2015 yang sebesar Rp289,6 Miliar.
Pertumbuhan laba bersih ditopang oleh meningkatnya pendapatan bersih, pengendalian biaya
overhead, serta penghematan biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Selain itu, terjadi perbaikan kualitas aktiva produktif.
Dari sisi kualitas aktiva produktif perseroan mencatatkan perbaikan NPF (
gross) semula 6,1 persen per Desember 2015 menjadi 4,9 persen per Desember 2016. Sementara, NPF (
nett) turun dari 4,1 persen per Desember 2015 menjadi 3,1 persen per Desember 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam upaya menekan NPF, BSM telah berhasil mengumpulkan
recovery ex write-off margin per Desember 2016 sebesar Rp537 miliar. Jumlah ini meningkat 27 persen dari posisi 2015 yang sebesar Rp428 miliar. Pendapatan ini mengurangi beban laba perseroan dalam mencadangkan CKPN.
Write-off merupakan penghapusbukuan.
2016 lalu, BSM mengeluarkan rekening aset yang tidak produktif dan pembukuan, seperti pembiayaan macet yang tidak dapat ditagih. Namun demikian, anak usaha PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ini tetap berhak melakukan penagihan atas pembiayaan macet itu sebisa mungkin.
"Tahun lalu, kami berhasil menagih apa yang di
write-off. Lalu, marginnya masuk ke CKPN. Dari hasil itu kami merima CKPN
write-off senilai Rp537 miliar meningkat 27 persen dari Rp 428 miliar di 2015. Ini yang mengakibatkan kami mampu memupuk laba," ujar Choirul Anwar Direktur Financing Risk dan Recovery BSM, Rabu (1/3).
Tahun lalu, BSM mulai mengimplementasikan aksi korporasi 2016-2020 setelah pada 2014 dan 2015 melakukan konsolidasi untuk fokus menangani pembiayaan bermasalah.
BSM melakukan penguatan fungsi 3 pilar (bisnis,
risk,
operation), membentuk
command center untuk memonitor nasabah yang menunggak, mengimplementasikan
stop and go policy baik per produk maupun per unit atas dasar
threshold, meningkatkan kemampuan dan kompetensi tenaga
telecollection, program
reward berupa insentif penagihan dan melakukan lelang jaminan.
"Untuk 2017, kami fokus jaga aktiva. Tahun ini, kami harap, bisa jaga NPF lebih rendah lagi di sekitaran 4,5 persen," tutur Direktur Utama BSM Agus Sudiarto.
Dari sisi aset, per Desember 2016 aset BSM mencapai Rp78,8 Triliun atau meningkat 12,03 persen dari Rp70,4 Triliun pada Desember 2015 dan tetap menjadi bank syariah dengan aset terbesar.
Peningkatan aset, antara lain ditopang oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 12,62 persen dari Rp62,1 Triliun per Desember 2015 menjadi Rp69,9 Triliun per Desember 2016. Sekitar 49,58 persen atau sebesar Rp34,7 Triliun dari total DPK merupakan dana murah, seperti giro dan tabungan.
Selain itu, BSM juga mendapatkan penambahan dana setoran modal sebesar Rp500 miliar dari sang induk usaha pada November 2016. Saat ini, BSM masuk ke dalam bank kategori Buku III dengan dengan modal inti di atas Rp5 triliun. Sehingga, dari sisi permodalan
capital adequacy ratio (CAR) BSM per Desember 2016 sebesar 14,01 persen, meningkat dari 12,85 persen dibandingkan Desember 2015.
Adapun, dari sisi pembiayaan, tercatat penyaluran pembiayaan BSM tumbuh 8,8 persen atau meningkat Rp4,5 triliun dari Rp51,1 Triliun per posisi Desember 2015 menjadi Rp55,6 Triliun per Desember 2016.
(bir)