Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil survei PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia melansir mayoritas bank asing tak begitu optimis melihat perbaikan kinerja perbankan di sepanjang tahun ini. Berbeda halnya dengan bank nasional, khususnya bank BUMN, yang meyakini tahun ini sebagai titik balik pertumbuhan bisnis perbankan.
Financial Services Industry Leader PwC Indonesia David Wake mengungkapkan, penyebab utama bank asing tidak begitu optimis adalah tekanan dari rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL).
Berdasarkan survei PwC, hanya 28 persen dari total responden bankir di bank asing yang meyakini NPL akan turun tahun ini. Sebagain besar atau lebih dari 50 persen responden bank asing, kata Wake, meyakini pergerakan NPL tidak berubah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 2,9 persen (gross).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memercayai salah satu alasannya, karena mayoritas bank asing adalah bank berkapasitas modal menengah," ujarnya, Rabu (1/3).
Oleh karena kapasitas bank asing yang tidak terlalu kuat, PwC menyebutkan, bank asing menghadapi banyak tantangan dari terbatasnya penanganan masa kritis, kekurangan sumber pendanaan, dan akses yang tidak seluas bank-bank pelat merah.
"Kondisi itu dapat membuat siklus buruk (vicious cycle) jika bank menengah tidak dapat menemukan ceruk pasarnya atau tidak bisa beroperasi dengan efektivitas biaya," terang Wake.
Siklus buruk digambarkan PwC apabila bank asing mengalami keterbatasan pendanaan yang akan memicu kenaikan biaya dana untuk mengamankan likuiditas dan berakhir dengan kenaikan bunga kredit. Kemudian, kapasitas yang lebih rendah dibanding bank pemerintah juga membatasi bank asing untuk menjangkau skala keekonomian dalam berbisnis.
Menurut Wake, untuk dapat meningkatkan bisnis dan pendapatan, bank asing perlu mengkaji kembali strategis bisnis, termasuk opsi meningkatan kapasitas digital (teknologi informasi/TI). Selain itu, bank asing juga perlu mencermati peluang bertumbuh melalui mekanisme anorganik dan strategi lain yang efektif menopang pertumbuhan bisnis.
Akibat masih ada persepsi tekanan NPL itu, survei PwC mengungkapkan, lebih dari sepertiga responden bank asing melihat laba akan stagnan atau bahkan lebih buruk. Kemudian, survei PwC menyebutkan pula hanya 19 persen dari responden bank asing yang meyakini kredit dapat tumbuh menyentuh 15 persen.
Secara umum, kalau digabungkan dengan responden bank domestik, PwC mencatat 81 persen dari total respondennya meyakini akan meraih peningkatan laba, meskipun sebagian besar masih mencermati risiko kredit.
Survei PwC yang diumumkan hari ini merupakan suvei ketujuh yang dilakukan terhadap 78 pejabat puncak dari 58 bank yang mewakili 87 persen aset perbankan di Indonesia.
(bir/gen)