Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memanfaatkan sistem penyampaian nasabah asing (SiPINA) sebagai sarana untuk melaporkan informasi keuangan nasabah asing dalam rangka
Automatic Exchange of Information (AEoI).
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan, sistem tersebut telah selesai dibangun akhir tahun lalu dalam rangka mendukung implementasi
Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA).
Sehingga segera setelah penandatanganan
Intergovernmental Agreement (IGA) dengan Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada 2014 lalu, Lembaga Jasa Keuangan dapat memenuhi kewajiban pelaporan sesuai dengan tenggat waktu sesuai IGA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pada prinsipnya, OJK mendukung implementasi AEoI sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan saat ini,” kata Muliaman dalam paparannya pada seminar nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Jumat (3/3).
Pada kesempatan yang sama. Perhimpunan bank-bank umum swasta nasional (Perbanas) menanggapi positif aturan AEOI yang akan terimplementasi penuh pada 2018 mendatang.
Namun Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas Anika Faisal mengatakan, pemerintah harus lebih dahulu menyiapkan aturan dan infrastruktur sistem pelaporan nasabah sehingga tidak perlu lagi membebani industri perbankan untuk membangun sistem sendiri.
Pekerjaan Rumah OJKAnika mengatakan, perbankan siap menjalankan AEoI karena sudah berpengalaman menjalankan pertukaran data nasabah asing dengan otoritas pajak AS selama dua tahun ini.
"Kalau SiPINA dijadikan sistem, perbankan jadi tidak banyak
effort lagi. Bank itu
nature-nya
very complience, kami tidak menghendaki terkena sanksi. Maka kami pun siap untuk hadapi pelaporan ini," kata Anika.
Namun, dia mengingatkan bahwa perbankan masih menunggu aturan yang menjelaskan mekanisme pertukaran data secara detil. Sebab, Peraturan OJK (POJK) Nomor 25 Tahun 2015 mengenai pertukaran data nasabah asing, dianggap belum memenuhi untuk mengimplementasikan AEoI. Karena itu, perbankan masih menunggu aturan mendetil mengenai pertukaran data nasabah dengan 101 negara OECD ini.
"Pekerjaan rumah yang tertinggal, bagaimana pengaturan yang lebih komprehensif kalau memang dianggap bahwa regulasi PMK 125 dan POJK 25 masih dianggap kurang memenuhi
regulatery framework," ujar dia.
(gen)