Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti penerbitan obligasi global PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Pelindo II sebesar Rp20,8 triliun pada 23 April 2015 silam. Dugaan kerugian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena harus membayar beban bunga Rp1 triliun per tahun dari obligasi tersebut, membuat DPR turun tangan.
Panitia Khusus (Pansus) Angket Pelindo II, bahkan berencana fokus mengembangkan penyidikan atas penerbitan global bond tersebut karena terindikasi sebagai tindak pidana kejahatan korporasi.
Anggota Pansus Angket Pelindo II dari Komisi VI DPR Wahyu Sanjaya mengatakan, wacana penyelidikan dilakukan karena DPR menduga direksi perusahaan pengelola pelabuhan tersebut tidak melakukan perencanaan matang. Akibatnya, perseroan harus menanggung beban bunga Rp1 triliun per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami masih melakukan investigasi untuk mendalami peran Direksi dalam dugaan kejahatan korporasi ini," kata Wahyu, Senin (6/3).
Politikus Fraksi Partai Demokrat menambahkan, jika nantinya Pansus menemukan bukti adanya kejahatan korporasi dalam kasus ini, maka DPR akan kembali memanggil mantan direksi Pelindo II untuk menjalani pemeriksaan.
Wahyu mengatakan, Pansus masih menelusuri adanya dugaan Direksi Keuangan lama Pelindo II bermain ketika menerbitkan
global bond. Penelusuran ini dilakukan melalui dokumen dan keterangan Direktur Utama Pelindo II Elvyn G Masassya yang telah diperoleh dari rapat Pansus Pelindo II pekan lalu.
"Kami sedang mempelajari dokumen-dokumen
Global Bond dari Pelindo II. Sasarannya direksi lama dan sekarang, yang mungkin terlibat karena pengambilan
global bond tidak sesuai kebutuhan, sehingga ada potensi kerugian negara," katanya.
Sebelumnya, Pansus Pelindo II menemukan beberapa kesalahan Pelindo II. Diantaranya perpanjangan JICT tanpa izin Menteri BUMN, pengadaan barang jasa, Pelabuhan
New Priok dan
Global Bond.
Akibatnya, Mantan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka KPK dalam kasus pengadaan alat dan BPK menemukan pelanggaran hukum serta kerugian negara dalam Perpanjangan JICT.
Sebelumnya, Serikat Pekerja Jakarta International Container (SP JICT) juga telah menyoroti kejanggalan dalam kewajiban pembayaran bunga penerbitan
global bond tersebut.
Nova Sofyan Hakim, Ketua SP JICT mempertanyakan penerbitan
global bond karena proyek-proyek yang rencananya bakal didanai dengan uang hasil penerbitan surat utang tersebut tidak semuanya berjalan.
Ketika merilis obligasi tersebut, mantan Direktur Keuangan Pelindo II Orias Petrus Moedak menyebut proyek-proyek yang akan didanai menggunakan uang
global bond antara lain Rp8 triliun untuk menyelesaikan proyek pelabuhan Kalibaru (
New Priok).
Selain itu Pelindo II juga akan mengembangkan Pelabuhan Sorong di Kijing, Kalimantan Barat; Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, dan beberapa proyek pelabuhan lainnya.
“
Global bond Pelindo II tidak jelas. Aset penjaminan berupa proyek infrastruktur pelabuhan tidak jalan. Ini bisa jadi potensi masalah besar" kata Nova, Rabu (1/3) silam.
Ia menuturkan, masalah yang kemungkinan besar timbul dari penerbitan obligasi tersebut adalah bunga sebesar Rp1 triliun per tahun yang harus dibayar Pelindo II.
"Saya heran, kenapa
global bond Rp21 triliun ditarik semua sementara proyek tidak berjalan. Bunga Rp1 triliun per tahun tentu memberatkan Pelindo II," ucap Nova.
(gen)