Jakarta, CNN Indonesia -- Seluruh emiten konstruksi pelat merah menyetor lebih banyak dividen untuk tahun buku 2016 dari tahun sebelumnya. Pasalnya, pemerintah mengerek rasio jumlah dividen terhadap laba bersih (
payout ratio) menjadi 30 persen dari 20 persen di tahun 2015.
Kenaikan dividen
payout ratio emiten konstruksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini jelas menguntungkan bagi negara karena mayoritas saham digenggam oleh pemerintah.
Berdasarkan catatan
CNNIndonesia.com, pemerintah mengempit 66 persen saham PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), kemudian di PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), pemerintah memiliki saham sebesar 65 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, jumlah saham yang dimiliki pemerintah di PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) yakni masing-masing sebesar 51 persen.
Secara rinci, Waskita Karya memberikan dividen sebesar Rp513 miliar, 30 persen dari laba bersih perusahaan sepanjang tahun 2016 Rp1,71 miliar. Payout ratio tersebut naik dari 20 persen di 2015.
Selain karena jumlah
payout ratio naik, kenaikan laba bersih perusahaan sebesar 63,51 persen juga menjadi penyebab angka dividen naik.
Kemudian, Wijaya Karya sendiri berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp1,01 triliun pada 2016 atau naik 161,88 persen dari sebelumnya Rp625 miliar. Dividen yang dibagikan bagi pemegang saham untuk tahun buku 2016 yakni, Rp303,55 miliar.
Selanjutnya, pemegang saham Adhi Karya menyetujui pemberian dividen sebesar Rp94,03 miliar. Adhi Karya tetap mengikuti permintaan pemegang saham meski laba bersih perusahaan turun 32,4 persen menjadi Rp313,45 miliar.
Emiten terakhir, PTPP memberikan dividen sebesar Rp307 miliar dari laba bersih tahun 2016 Rp1,02 triliun. Sementara, perusahaan menentukan harga per lembarnya sebesar Rp49,52.
 Ilustrasi setoran dividen BUMN konstruksi kepada pemerintah. (CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi) |
Dengan demikian, jumlah dividen yang disebar oleh emiten konstruksi BUMN yakni, Rp1,21 triliun. Dengan kepemilikan pemerintah yang rata-rata 51 persen, maka sebagian besar dividen akan mengalir ke kas negara.
Jika dihitung lebih rinci sesuai porsi kepemilikan saham, maka pemerintah akan mendapatkan dividen sebesar Rp338,58 miliar dari Waskita Karya, Rp197,3 miliar dari Wijaya Karya, Rp47,95 miliar dari Adhi Karya dan PTPP menyetor 156,57 miliar.
Sehingga, total setoran dividen yang akan didapatkan pemerintah dari empat emiten konstruksi pelat merah tersebut mencapai Rp740,4 miliar.
Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital menuturkan, jumlah dividen tiap emiten tentunya atas permintaan dan persetujuan mayoritas pemegang saham, dalam hal ini pemerintah. Menurutnya, pemerintah membutuhkan pemasukan dari emiten pelat merah untuk menutupi target penerimaan pajak dalam APBN 2017 sebesar Rp1.307,3 triliun.
"Ini lebih antisipasi dari sisi makro, Bu Sri Mulyani jaga-jaga untuk menutupi shortfall dari target pajak. Jadi lebih kepada agar defisit tidak terlalu besar, mau tidak mau ada tambahan dari perusahaan BUMN," ujar Alfred kepada CNNIndonesia.com, Minggu (19/3).
Asal tahu saja, Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemnkeu) mencatat, penerimaan pajak hingga akhir Februari baru mencapai sekitar Rp134,6 triliun atau sekitar 10,29 persen dari target.
Sehingga, Alfred menilai, dana yang didapatkan dari dividen tersebut tidak diperuntukan bagi pembangunan infrastruktur. Hal ini karena pemerintah lebih menyukai bentuk pendanaan lain untuk proyek infrastruktur seperti, pinjaman perbankan, kerja sama dengan perusahaan swasta, dan pinjaman dari lembaga jasa keuangan lainnya.
"Meski memang biaya infrastruktur besar tapi pemerintah sudah menyiapkan cara lain. Nah kalau tahun depan kondisi sudah lebih baik, mungkin dividen bisa diturunkan dari kebijakan saat ini yang 30 persen," sambung Alfred.
Berbeda dengan Alfred, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menjelaskan, besarnya dividen yang diberikan oleh tiap emiten kemungkinan besar akan kembali lagi pada emiten konstruksi tersebut, karena pemerintah juga akan menggunakan dana tersebut untuk percepatan infrastruktur.
"Yang terpenting adalah pembagian keuntungan ditujukan untuk menutupi kekurangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN tersebut akan digunakan untuk percepatan pembangunan infrastruktur pemerintah. Kita tahu bahwa pemerintah menginginkan dividen 30 persen," papar Nafan.
Sehingga, kenaikan payout ratio dividen emiten ini dinilainya tidak mengganggu kas perusahaan. Sebab, dana yang diberikan ke pemegang saham pun akan berputar kembali untuk proyek infrastruktur yang akan dikerjakan oleh empat emiten tersebut.
Di sisi lain, Alfred menilai, pemberikan dividen ini membuktikan keuangan perusahaan yang membaik kepada pelaku pasar. Peningkatan DPR oleh tiap emiten tidak akan menggerus modal perusahaan karena kenaikannya tidak signifikan yakni, hanya 10 persen dari sebelumnya.
Sehingga, perusahaan hanya perlu meyakinkan pasar lebih lanjut dengan mengemukakan terkait rencana perusahaan dalam mencari pendanaan lainnya untuk memenuhi modal kerja sepanjang tahun.
"Emiten-emiten itu kan masih memiliki porsi untuk mengeluarkan obligasi misalnya, lalu pinjaman perbankan. Jadi sekarang yang lebih ditunggu pasar itu strategi pendanaan mereka bagaimana," pungkas Alfred. Secara historis, musim pembagian dividen ini direspons positif oleh pelaku pasar. Hal ini akan menambah gairah transaksi di pasar modal. Terbukti, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan lalu bergerak positif meski diiringi dengan pemberitaan kenaikan suku bunga The Fed.
Namun, Alfred berpendapat, harga saham emiten konstruksi tidak begitu naik signifikan sejak pemberitaan dividen yang dinaikan menjadi 30 persen mulai bermunculan. Pelaku pasar dinilai tidak terlalu antusias melakukan aksi beli pada empat emiten konstruksi tersebut.
Terpantau, dari empat emiten konstruksi hanya Adhi Karya dan Wijaya Karya yang mengalami kenaika sepanjang pekan lalu. Harga saham Adhi Karya menanjak 2,59 persen dan Wijaya Karya hanya naik tipis 0,8 persen.
Sementara, harga saham Waskita Karya dan PTPP tertekan sepanjang pekan lalu. Di mana Waskita Karya melemah 0,84 persen dan PTPP turun 1,17 persen.
"Tidak terlalu berpengaruh sama harga saham, karena dividen yield-nya rata-rata di bawah 2 persen. Jadi tidak begitu signifikan bagi pelaku pasar," ucap Alfred.
Dividen yield merupakan besaran hasil investasi langsung dari modal yang dikeluarkan oleh pelaku pasar. Sehingga, dividen yield juga bisa dikatakan sebagai tingkat keuntungan yang diberikan oleh perusahaan.
Memang, jika mengacu pada harga saham emiten konstruksi pada akhir pekan lalu jumah dividen yield rata-rata masih dibawah 2 persen.
Bila dirinci, dividen yield Waskita Karya sebesar 1,6 persen dengan harga saham penutupan akhir pekan lalu yakni, Rp2.360 per saham. Kemudian, harga saham Wijaya Karya akhir pekan lalu ditutup di level Rp2.490 per saham. Sehingga, dividen yield yang diberikan perusahaan sebesar 1,35 persen.
Selanjutnya, harga saham Adhi Karya ditutup di level Rp2.370 per saham. Sehingga, dividen yield Adhi Karya sebesar 1,11 persen. Sementara, jumlah dividen yield PTPP sebesar 1,46 persen dengan mengacu harga saham akhir pekan lalu Rp3.370 per saham.
"Yang bagus itu dividen yield sebesar 3 hingga 5 persen," imbuhnya.