Ia menuturkan, data yang dilansir BPS sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan penurunan kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia.
Pertama, indeks nilai tukar petani merosot dalam dua tahun terakhir. Kemerosotan tajam harga gabah kering di tingkat petani hingga mencapai Rp2 ribu per kilogram belakangan ini disebutnya semakin memperkuat pembuktian tersebut.
Selain itu, upah riil buruh tani juga merosot. Petani dan buruh tani menurutnya adalah profesi mayoritas masyarakat miskin di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, upah riil buruh mengalami penurunan secara persisten.
Ketiga, jam kerja buruh turun dari sekitar 40 jam per minggu menjadi di bawah 25 jam per minggu.
“
Keempat, mendapatkan pekerjaan lebih lama, dari yang sebelumnya tidak sampai enam bulan menjadi rata-rata lebih dari satu tahun,” kata Faisal tanpa menyebut sumber data tersebut.
Imbas tekanan ekonomi tersebut, membuat anggota keluarga yang tadinya tidak bekerja ikut menyemut di pasar kerja, sehingga tingkat partisipasi angkatan kerja naik cukup tajam dari di bawah 60 persen menjadi di atas 66 persen dalam dua tahun terkahir.
“Selain itu, mereka harus bekerja lebih keras dan lebih lama. Menurut data Organisasi Buruh Internasional (ILO), 26,3 persen buruh Indonesia bekerja lebih dari 49 jam seminggu. Angka itu terbanyak ketiga setelah Korea Selatan dan Hong Kong,” imbuhnya.
Sementara, untuk menjelaskan berkurangnya pengeluaran orang kaya dan super kaya di Indonesia, Faisal mengkorelasikannya dengan kemerosotan harga komoditas seperti batu bara dan hasil tambang lainnya, serta minyak sawit yang didominasi segelintir pebisnis besar.
Sejalan dengan membaiknya harga sejumlah komoditas sejak pertengahan 2016, porsi
top-20 diperkirakan kembali meningkat.
Adapun kenaikan porsi
mid-40 bisa dijelaskan oleh pertumbuhan tinggi sektor jasa modern, seperti informasi dan komunikasi, perbankan dan asuransi, kesehatan, pendidikan, serta jasa usaha (konsultan, akuntan, pengacara) yang banyak digeluti oleh kalangan profesional berpendidikan tinggi (lulusan diploma ke atas) yang jumlahnya hanya 14,5 persen dari keseluruhan penduduk bekerja.