ANALISIS

Mencari Resep Penyetop Derita 'Yang Miskin Semakin Miskin'

CNN Indonesia
Senin, 20 Mar 2017 12:25 WIB
Sejak tahun lalu Jokowi mengingatkan para pembantunya di tim ekonomi untuk tidak hanya mengedepankan pertumbuhan semata, namun juga kualitasnya.
Sejak tahun lalu Jokowi mengingatkan para pembantunya di tim ekonomi untuk tidak hanya mengedepankan pertumbuhan semata, namun juga kualitasnya. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso).
Jakarta, CNN Indonesia -- Jargon ‘yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin’ terus terngiang di kuping Joko Widodo (Jokowi) sejak dirinya memimpin negeri mulai 2014 lalu.

Kalimat tersebut memang paling tepat untuk menggambarkan kondisi ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, untuk tidak menyebut sejak awal kemerdekaan pada 1945 silam.

Untuk itu, sejak tahun lalu Jokowi mengingatkan para pembantunya di tim ekonomi untuk tidak hanya mengedepankan pertumbuhan semata. Namun, juga menemukan terobosan untuk membuat pertumbuhan tersebut berkualitas dan turut dirasakan masyarakat papa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut data resmi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat ketimpangan yang diukur dengan indeks Gini memang turun dalam dua tahun terakhir. Angka terburuk terjadi selama 2011-2014 sebesar 0,41. Pada 2015 turun menjadi 0,40 dan setahun kemudian turun menjadi 0,396.

BPS mengkategorikan angka indeks Gini di bawah 0,4 masuk dalam kategori ketimpangan rendah, 0,4-0,5 kategori ketimpangan sedang, dan di atas 0,5 kategori ketimpangan tinggi.

Namun, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengingatkan bahwa perhitungan yang dibuat BPS berdasarkan data pengeluaran, bukan pendapatan atau kekayaan.

Jadi menurut Faisal, indeks Gini versi BPS sebatas mengukur ketimpangan pengeluaran, bukan ketimpangan pendapatan (income inequality) atau ketimpangan kekayaan (wealth inequality).

“Tentu saja perhitungan berdasarkan pengeluaran menghasilkan angka ketimpangan jauh lebih rendah ketimbang berdasarkan pendapatan dan kekayaan,” kata Faisal, dikutip dari risetnya, Senin (20/3).

Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas mencatat, data distribusi pengeluaran masyarakat Indonesia menunjukkan penurunan porsi kelompok 20 persen berpengeluaran tertinggi (top-20) selama tiga tahun terakhir.

Sebaliknya, pada kurun yang sama, porsi kelompok 40 persen berpengeluaran menengah (mid-40) naik. Sedangkan kelompok 40 persen berpengeluaran terendah (bottom-40) cenderung stagnan di kisaran 17 persen, bahkan turun pada 2016.

“Artinya, indeks Gini menurun bukan karena perbaikan nasib masyarakat miskin, melainkan lebih disebabkan pergeseran berlawanan arah antara yang super kaya dan yang menengah,” jelas Faisal.

Membaca Indikator Kesejahteraan si Miskin

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER