Berdasarkan gambaran di atas, agaknya amat sulit menyimpulkan bahwa perbaikan indeks Gini versi BPS disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Apalagi gambaran kondisi ketimpangan jauh lebih parah jika menggunakan data pendapatan dan kekayaan.
Merujuk pada data global yang rutin dipublikasikan oleh Credit Suisse, ketimpangan kekayaan di Indonesia tertinggi keempat di dunia setelah Rusia, India, dan Thailand.
Publikasi terbaru keluaran 2016 dari lembaga keuangan Swiss ini menunjukkan 1 persen penduduk terkaya Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional, sedangkan 10 persen terkaya menguasai 75,7 persen kekayaan nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut majalah Economist, dua pertiga kekayaan dari penduduk terkaya (
billionaires) Indonesia didapat dari sektor kroni yang sarat dengan praktek bisnis pemburuan rente.
“Berdasarkan indeks kapitalisme-kroni (
crony-capitalism index) versi Economist, Indonesia berada di urutan ke-tujuh terburuk dari 22 negara yang disurvei pada 2016. Angka itu memburuk dibandingkan tahun 2007 pada posisi ke-18 dan 2014 di posisi ke-delapan,” urainya.
Mengutip hasil kajian Thomas Piketty dalam buku
Capital in the Twenty-First Century, Faisal menyebut ketimpangan pendapatan di Indonesia memburuk dan lebih buruk ketimbang India dan China.
Ketimpangan sudah menjadi persoalan dunia, di negara berkembang ataupun negara maju. Indonesia menghadapi masalah yang relatif lebih parah karena penduduk miskinnya masih ralatif banyak. Dari 27,76 juta orang miskin pada September 2016, hampir dua pertiganya berada di perdesaan. Mayoritas mereka adalah petani dan buruh tani.