Bos BEI Sebut RI Sudah Layak Dapat Kenaikan Kelas dari S&P

CNN Indonesia
Jumat, 24 Mar 2017 07:36 WIB
S&P menambah kriteria rasio kredit bermasalah perbankan sebagai tolak ukur pemberian rating layak investasi terhadap Indonesia.
Dirut BEI Tito Sulistio menyebut S&P menambah kriteria rasio kredit bermasalah perbankan sebagai tolak ukur pemberian rating layak investasi terhadap Indonesia. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menyebut, Indonesia sudah sepatutnya mendapat rating layak investasi dari lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S&P) untuk tahun ini.

"Saya pribadi, kalau persoalannya tata kelola manajemen fiskal, kemudahan berinvestasi, dan peraturan-peraturan sebenarnya kita sudah bisa masuk," ungkap Tito, kemarin.

Menurutnya, dengan pemberian rating layak investasi yang telah diberikan dua lembaga lain yaitu Fitch dan Moody's, maka tidak ada alasan bagi S&P untuk tidak memberikan rating tersebut kepada Indonesia tahun ini.

Namun demikian, Tito menyadari, faktor dalam pemberian rating layak investasi tak hanya sebatas tata kelola manajemen fiskal. Dalam hal ini, kekuatan perbankan nasional juga ikut dipertanyakan dalam penilaian S&P.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) per Januari 2017 naik menjadi 3,09 persen dibandingkan NPL Desember akhir tahun lalu sebesar 2,93 persen.

Bos BEI Sebut RI Sudah Layak Dapat Kenaikan Kelas dari S&PKantor pusat Standard & Poor's. (REUTERS/Brendan McDermid)


Secara terpisah, Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri menjelaskan, S&P menambah kriteria NPL sebagai tolak ukur pemberian rating layak investasi terhadap Indonesia.

Namun, Faisal sendiri memprediksi, kondisi perbankan nasional terbilang cukup kuat sehingga NPL pada Februari akan turun. Sehingga, Indonesia dapat membuktikan kepada S&P kondisi perbankan tidak mengkhawatirkan.

"Ini kan kira-kira keluar pengumuman Mei, kemarin-kemarin yang jadi concern adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM), tapi sekarang tambah kriteria NPL," ungkap Faisal.

Hanya saja, mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi menyebut pemerintah tidak perlu bergantung pada rating tersebut.

Sebab iklim investasi di Indonesia sudah cukup baik tanpa rating yang diberikan oleh S&P. Beberapa faktor pendukungnya yakni, volatilitas pergerakan rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak tinggi dan kondisi politik yang terjaga.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER