Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja bisnis kartu kredit diproyeksi membaik seiring batalnya kebijakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk meminta laporan data nasabah kartu kredit kepada perbankan
Berdasarkan data Bank Indonesia hingga Februari 2017, jumlah kartu kredit yang beredar hanya tumbuh 3 persen dari 17,49 juta pada Februari 2016 menjadi 17,52 juta. Nominal transaksi kartu kredit juga tercatat hanya naik 2,82 persen dari RP45,08 triliun menjadi Rp46,36 triliun.
Namun, volume transaksi kartu kredit tercatat meningkat lebih tinggi yakni sebesar 9,73 persen dari Rp48,17 triliun menjadi Rp46,36 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha menuturkan angka pertumbuhan tersebut dinilai cukup stagnan. Dia pun mengaku sejak diumumkannya rencana pembukaan data nasabah kartu kredit pada Maret tahun lalu, bisnis kartu kredit cenderung datar atau
flat.
"Tahun lalu ketika bulan April ada penurunan yang sangat drastis sekali. Kalau dilihat waktu itu, ada rencana Ditjen Pajak untuk membuka data kartu kredit. Mudah-mudahan ini tidak mengganggu lagi," ujar Steve kepada CNNIndonesia.com, dikutip Kamis (6/4).
Pertumbuhan kartu dan transaksi kartu kredit secara nominal pada dua bulan pertama tahun ini tersebut terbilang belum memuaskan. Kondisi tersebut serupa dengan kinerja kartu kredit pada 2016 lalu. Untuk itu, pihaknya pun tidak menargetkan pertumbuhan bisnis kartu kredit yang cukup tinggi di tahun ini.
"Kami agak khawatir, ini dari tahun lalu dibandingkan dengan 2015 juga belum ada kenaikan signifikan. Tahun ini kita menargetkan pertumbuhan sekitar 5 persen, tetapi di awal tahun ini saja masih berat," terangnya.
Direktur Perbankan Konsumer PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan menuturkan, dengan dicabutnya keputusan DJP tersebut, pihaknya optimis jumlah kartu kredit CIMB Niaga dapat tumbuh sama dengan tahun lalu yakni mencapai 25 persen.
"Ditjen Pajak telah resmi menyatakan data kartu kredit tidak diminta, bagi kami bisnis bisa berjalan seperti biasa," katanya.
Pihaknya menurut Lani juga menargetkan volume transaksi kartu kredit perseroan dapat tumbuh 10 persen pada tahun ini. Adapun pada kuartal pertama tahun ini, bisnis kartu kredit perseroan masih tumbuh diatas 15 persen.
"Tahun lalu kami tumbuh di atas 25 persen dan di kuartal I tahun ini masih di atas 15 persen. Secara seasonal memang kuartal I biasanya tidak setinggi di kuartal lainnya," ucapnya.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso Liem berharap pencabutan kebijakan tersebut akan membuat nasabah lebih berani mengggunakan kartu kredit untuk bertransaksi tanpa mengurangi ketaatan dalam membayar pajak.
"Tapi sejauh ini kami tidak ada perubahan dalam target bisnis kartu kredit," ungkap dia.
Sementara itu, Direktur Konsumer PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Anggoro Eko Cahyo menuturkan, pihaknya pada tahun ini memperkirakan kinerja bisnis kartu kredit akan lebih baik dibandingkan tahun lalu.
"Nilai transaksi year on year per Maret tumbuh 3,8 persen dan
outstanding pinjaman secara
year on year tumbuh 9,8 persen," terang Anggoro.
Guna menggenjot bisnis kartu kredit, BNI banyak terlibat dalam pameran wisata skala besar yang melibatkan maskapai dan agen wisata. "Pertumbuhan bisnis ini didukung oleh pertumbuhan jumlah kartu kredit BNI selama kuartal I 2017 dan program-program
usage sehingga jumlah transaksi juga mampu ditingkatkan," ujarnya.
Disisi lain, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni V. Panggabean mengungkapkan regulator akan memastikan bahwa implementasi batas maksimal atau
capping bunga kartu kredit maksimal 2,25 persen per bulan atau 26,95 persen per tahun akan dilakukan mulai Juni 2017.
Saat ini, menurut dia, perbankan yang menjadi penerbit kartu kredit tengah mempersiapkan sistem infrastruktur untuk implementasi penyesuaian bunga kartu kredit tersebut.
"Kami harapkan dengan penurunan suku bunga banyak nasabah yang nyaman menggunakan kartu kredit sehingga akan menstimulasi pertumbuhan kartu kredit nantinya," tambahnya.