Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksi, industri sawit Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi pada triwulan I 2017 bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan mengungkapkan, hal ini terlihat dari kinerja ekspor dan harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang cukup bergairah sejak awal tahun ini meski dari sisi produksi justru sedikit tergerus dalam dua bulan pertama.
Dari sisi hasil produksi, Gapki mencatat, produksi minyak sawit secara tahunan (
year-on-year/yoy) merosot sekitar 4,3 persen dari semula 2,99 juta ton pada Januari 2016 menjadi hanya 2,86 juta ton pada Januari 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, secara bulanan (
month-to-month/mtm), produksi Januari 2017 turun 9,2 persen dibandingkan Desember 2016 yang mencapai 3,15 juta ton.
Penurunan produksi minyak sawit tersebut rupanya masih belanjut pada Februari lalu. Tercatat, hasil produksi menurun 2,5 persen secara tahunan menjadi 2,63 juta ton dari semula sekitar 2,7 juta ton pada Februari 2016.
Begitu pula secara bulanan, turun 8 persen bila dibandingkan Januari 2017. Hasilnya, secara kumulatif Januari-Februari 2017, produksi turun 3,5 persen menjadi 5,49 juta ton dari semula 5,69 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.
"Secara kumulatif, total produksi tidak turun terlalu jauh dibandingkan tahun lalu. Sedangkan untuk Maret ini belum ada datanya. Tapi mungkin di Maret tidak jauh berbeda dengan Januari-Februari," ungkap Fadhil kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (6/4).
Namun begitu, penurunan produksi yang tipis mampu ditopang oleh kinerja perdagangan ekspor sawit yang terbilang cemerlang pada dua bulan pertama di tahun ini.
Gapki mencatat, realisasi ekspor Januari-Februari 2017 meroket 23 persen menjadi 5,4 juta ton dari sebelumnya sekitar 4,39 juta ton di Januari-Februari 2016. Lebih rinci, ekspor Januari 2017 sebanyak 2,8 juta ton dan sedikit turun di Februari yang hanya mencapai 2,6 juta ton.
"Sepertinya di Maret, ekspor akan meningkat lagi dibandingkan tahun lalu. Artinya, target ekspor diprediksi bisa tercapai," imbuh Fadhil.
Untuk diketahui, sebelumnya Gapki memproyeksi, realisasi ekspor minyak sawit di sepanjang tahun ini dapat menembus angka 27 juta ton, atau meningkat sekitar tujuh persen dibandingkan 2016 yang mencapai 25,1 juta ton.
Sementara, untuk target nilai ekspor perdagangan minyak sawit juga diperkirakan akan meningkat cukup banyak dari realisasi nilai ekspor 2016 sebesar US$18,1 miliar. Pasalnya, ada sentimen penguatan harga CPO global di sepanjang 2017 ini.
Adapun, sentimen penguatan harga CPO global rupanya benar terjadi sejak awal tahun dan ini yang menjadi salah satu pendongkrak kinerja industri sawit nasional. Tercatat, sepanjang Maret, harga CPO global bergerak direntang US$720 sampai US$750 per metrik ton.
Namun, pada Januari lalu, harga CPO global sempat melejit sampai ke kisaran US$785 sampai US$827,5 per metrik ton atau harga rata-rata di angka US$805,7 per metrik ton. Adapun harga CPO global yang bergairah dipicu oleh kekhawatiran akan keterbatasan pasokan di dua lumbung utama minyak sawit, yakni di Indonesia dan Malaysia.
Pasalnya, pada Desember 2016, disebutkan bahwa pasokan minyak sawit di Indonesia hanya sekitar 1,07 juta dari total produksi sepanjang 2016 mencapai 34,5 juta ton.