Pemerintah Susun Siasat Hadapi Perintah Eksekutif Trump

CNN Indonesia
Jumat, 07 Apr 2017 10:58 WIB
Surplus Indonesia terhadap AS mencapai US$8,8 miliar, berbeda dengan catatan Trump yang mencapai US$13 miliar.
Menko Darmin Nasution menyebut hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Amerika Serikat tidak hanya terbatas pada hubungan perdagangan barang. (CNN Indonesia/Yuli Yanna Fauzie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan melihat kembali rekam jejak seluruh sengketa yang pernah dipermasalahan Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia untuk menghadapi perintah eksekutif (executive order) Presiden AS Donald Trump. Perintah tersebut meminta adanya investigasi terhadap negara-negara yang menyebabkan defisit perdagangan negeri Paman Sam tersebut, diantaranya Indonesia. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, sengketa tersebut bukanlah sengketa pertama yang dihadapi Indonesia terkait hubungan dagang antara Indonesia dengan AS. Di masa lalu, AS antara lain pernah menuduh Indonesia memberikan subsidi terhadap produk ekspor dan melakukan penjualan produk ekspor yang lebih murah di luar negeri (dumping). 

AS bahkan beberapa kali menggugat Indonesia melalu Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Yang terbaru, WTO memenangkan gugatan Selandia Baru dan Amerika Serikat terhadap Indonesia tentang pembatasan impor untuk produk makanan dan hewan termasuk daging sapi dan unggas pada akhir tahun lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami mempelajari apa saja yang bisa dipakai oleh mereka (AS) untuk mempermasalahkan Indonesia. Kami punya semua rekamnya dan sebagian besar itu sudah selesai di masa lalu," ucap Darmin di kantornya, Kamis malam (6/4).

Selain membuka rekam jejak sengketa dengan AS, pemerintah juga terus berupaya menjalin komunikasi dengan pemerintah AS. Namun, bentuk komunikasi tersebut dipastikan Darmin bukan berupa pengajuan surat keberatan atas tudingan dari Trump kepada Indonesia.

Pemerintah menurut dia, ingin melihat lebih dulu hasil rancangan dari perintah eksekutif Trump. Namun, sampai hari ini laporan tersebut masih diinvestigasi oleh AS sehingga Indonesia belum bisa melakukan evaluasi merujuk perintah eksekutif tersebut. 

"Karena dia (AS) masih pelajari selama 90 hari, biarkan saja dia (AS) pelajari lebih dulu. Itu kebijakan dia," imbuh Darmin.

Pemerintah sebenarnya sudah mulai melakukan evaluasi tahap awal terhadap rencana perintah eksekutif Trump. Adapun hasil evaluasi tahap awal, Indonesia bersikeras bahwa tidak melakukan kecurangan dalam perdagangan, namun dugaan ekspor barang Indonesia surplus sedangkan AS defisit benar.

Menurut Darmin, selama tiga sampai empat tahun terakhir, Indonesia tercatat mengalami surplus perdagangan rata-rata sebesar US$8,5 miliar per tahun. Adapun pada tahun lalu, surplus Indonesia terhadap AS mencapai US$8,8 miliar. Jumlah tersebut berbeda dengan catatan Trump yang mencapai US$13 miliar.

"Itu (US$13 miliar) hanya perdagangan barang. Hubungan kita dengan AS tidak hanya perdagangan barang, ada perdagangan jasa, investasi, pengiriman profit, dan sebagainya. Kalau digabung semua, ceritanya belum tentu seperti perdagangan barang (yang surplus dari AS)," jelas Darmin.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menambahkan, pada evaluasi tahap awal, pemerintah secara khusus memperhatikan ekspor komoditas apa saja yang sekiranya dipermasalahkan oleh Trump. Komoditas tersebut menurut dia, kemungkinan merupakan komoditas andalan Indonesia ke AS, seperti minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), udang, kopi, tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki. 

Namun, menurut dia, pihaknya tetap harus menunggu hasil dari perintah eksekutif Trump dalam melakukan evaluasi menyeluruh. Dengan demikian, pemerintah dapat melihat dengan rinci, hal-hal apa saja yang dipermasalahkan dan mencari solusinya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER