Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) mengaku keberatan dengan rencana pemerintah untuk memperluas rencana pungutan pajak progresif terhadap lahan yang menganggur ke arah bangunan yang menganggur, termasuk apartemen. REI menilai kebijakan tersebut berpotensi menurunkan minat investasi pada sektor properti.
Dalam kajian awal pengenaan tarif pajak progresif, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) juga berencana memungut pajak progresif dari bangunan menganggur berupa apartemen yang tak disewakan, tak ditempati, atau tidak laku dijual.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP REI Paulus Totok Lusida menjelaskan penentuan apartemen kosong sendiri bukan merupakan hal yang mudah. Pasalnya, sebagian masyarakat membeli apartemen hanya untuk dijadikan rumah kedua karena lokasi yang berdekatan dengan tempat kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu sulit menentukannya. Misalnya saya punya apartemen, saya tinggal di Surabaya, nanti Senin saya ada di apartemen itu tapi besoknya saya di Jakarta," ungkap Totok kepada CNNIndonesia.com, Jumat (7/4).
Totok menilai, kebijakan itu tidak akan membuat industri properti semakin membaik dan justru menurunkan minat investasi dalam sektor properti, khususnya apartemen. Kendati di sisi lain, pengenaan pajak itu akan menambah penerimaan pajak negara.
Untuk itu, dalam bulan ini, pihaknya berencama menemui Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) untuk membahas rencana perpajakan di sektor properti. Hal tersebut dilakukan guna menemukan titik tengah kebijakan yang dapat mengatasi penerimaan pajak negara sekaligus tidak memberatkan masyarakat.
"Properti ini seperti angsa bertelur emas, jangan dibunuh angsanya. Telurnya diusahakan bertelur lebih banyak, jangan angsanya yang dibunuh," ungkapnya.
Sementara itu, Analis Post Asset Management Arief Fahruri menilai pengenaan pajak progresif untuk apartemen kosong akan memberatkan kelas menengah ke atas. Pasalnya, investor kelas menengah ke atas yang memiliki apartemen hanya sebagai investasi dan tidak ditinggali. Berbeda dengan masyarakat kelas menengah ke bawah yang biasanya menempati apartemen yang dibelinya.
"Kalau untuk kelas atas iya akan ada dampaknya. Jadi kan tidak boleh kosong, harus aktifitas," ujar Arief.
Aturan tersebut menurut dia, juga akan akan membuat wajib pajak (WP) yang mengikuti program amnesti pajak segan mengucurkan dananya ke sektor properti atau membeli apartemen. Untuk itu, dia berharap pemerintah mengkaji dengan benar wacana tersebut dengan memikirkan dampak untuk berbagai pihak.
"Harapannya dana amnesti pajak mengalihkan dana-dananya untuk masukin ke properti. Sekarang kan masih banyak di perbankan dan deposito," tandasnya.