Belitung, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengimbau wajib pajak profesi untuk membuat pembukuan atas penghasilannya. Pasalnya, pembukuan merupakan tanda wajib pajak tertib administrasi dan akan mempermudah perhitungan pajak.
"Pembukuan itu tertib administrasi, lebih baik, dan akan lebih mudah cara menghitung pajaknya dalam hal ini penghasilan dikurangi biaya-biaya lalu dikalikan tarif pajak," tutur Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dalam acara Media Gathering Sinergi Demi Informasi di Tanjung Pandan, Belitung, Minggu (16/4).
Sementara, jika wajib pajak tidak melakukan pembukuan, maka perhitungan penghasilan neto wajib pajak terkait akan dilakukan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan rumusan perhitungan pajak, (tarif norma x (penghasilan yang telah dikenai biaya atau pengeluaran) - penghasilan tidak kena pajak x tarif pasal 17 UU Pajak Penghasilan (PPh).
Besaran tarif norma diatur sesuai profesi. Tarifnya sendiri bisa menjadi cukup besar, sebagai contoh untuk profesi artis mencapai 50 persen.
Tak ayal, kata Ken, pihaknya mendapat protes dari wajib pajak profesi bahwa setelah amnesti pajak berakhir, wajib pajak harus membayar pajak yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Keluhan itu, lanjut Ken, salah satunya disampaikan oleh seorang artis ternama yang menyatakan tarif pajak penghasilan yang dikenakan kepadanya mengalami kenaikan pasca amnesti pajak.
Padahal, aturan soal tarif norma sudah lebih dulu terbit dibandingkan beleid pengampunan pajak yang baru dirilis tahun lalu.
Menurut Ken, membuat pembukuan tentunya bukan sesuatu yang sulit bagi profesi artis karena hanya mencatat berapa yang ia hasilkan dan berapa yang ia keluarkan sebagai biaya.
Jika wajib pajak memiliki pembukuan, maka jumlah pajak penghasilan terutang bisa lebih rendah karena tarif pajak langsung dikalikan dengan penghasilan neto wajib pajak tanpa memperhitungkan tarif norma.
Sebagai informasi, sesuai Pasal 1 Peraturan Direktorat Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor 17 Tahun 2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kewajiban penyelenggaran pembukuan ditujukan kepada wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha dengan peredaran brutonya mencapai Rp4,8 miliar atau lebih dalam satu tahun.
Sementara, bagi wajib pajak yang peredaran bruto dari usahanya kurang dari Rp4,8 miliar, wajib pajak terkait wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali wajib pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan.
Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pencatatan dan menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan (PPh) bersifat final, penghitungan penghasilan netonya menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Kemudian, dalam Pasal 3 Perdirjen 17/2017 mengatur bahwa penghitungan penghasilan netonya menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto juga berlaku bagi wajib pajak orang pribadi atau badan yang tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya.