Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam tiga bulan pertama tahun ini, 10 perusahaan dengan nilai kapitalisasi terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil mencetak kinerja yang apik. Perusahaan-perusahaan raksasa tersebut berasal dari berbagai sektor, seperti barang konsumsi, rokok, aneka industri, telekomunikasi, dan keuangan.
Sejumlah analis berpendapat, moncernya kinerja para emiten raksasa di kuartal I 2017 ini menjadi salah satu katalis penggerak laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam satu bulan terakhir.
Berdasarkan pantauan
CNNIndonesia.com, dua emiten rokok masuk dalam 10 emiten terbesar tersebut, yakni PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) yang memimpin dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) di posisi ke-8.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laba bersih keduanya tetap tumbuh meski terbatas karena pemerintah telah menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 9,1 persen dari sebelumnya 8,7 persen pada awal tahun ini.
Selain itu, pemerintah juga menetapkan rata-rata kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10,54 persen dan harga jual eceran (HJE) rokok naik rata-rata sebesar 12,26 persen.
Untuk laba bersih Gudang Garam sendiri tumbuh 11,24 persen menjadi Rp1,88 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp1,69 triliun. Hal ini tentunya ditopang oleh naiknya pendapatan perusahaan sebesar 10,95 persen dari Rp17,99 triliun menjadi Rp19,96 triliun.
 Ilustrasi produk PT HM Sampoerna Tbk. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati) |
Sementara, laba bersih Sampoerna lebih rendah daripada Gudang Garam, atau tidak menyentuh angka 10 persen. Sampoerna membukukan laba bersih Rp3,29 triliun atau meningkat 5,78 persen dari sebelumnya Rp3,11 triliun. Kenaikan laba bersih tentunya disebabkan tumbuhnya pendapatan sebesar 2,96 persen menjadi Rp22,57 triliun dari sebelumnya Rp21,92 triliun.
"Untuk Sampoerna kenaikan pendapatan dan laba bersihnya dibawah 10 persen itu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang menaikan PPN dan CHT, sehingga mempengaruhi jumlah permintaan masyarakat terhadap rokok tersebut," ucap analis Binaartha Securities, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama kepada
CNNIndonesia.com, Minggu (30/4).
Selanjutnya, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mencatat laba bersih sebesar Rp1,96 triliun, atau naik hingga 24,84 persen dari sebelumnya Rp1,57 triliun. Namun, pendapatan perusahaan hanya tumbuh 8,61 persen menjadi Rp10,84 triliun dari Rp9,98 triliun.
Selain itu, laba bersih emiten PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) juga melambung 45,8 persen hingga menyentuh Rp6,69 triliun dari sebelumnya Rp4,58 triliun.
Kemudian, laba bersih PT Astra International Tbk (ASII) juga naik signifikan hingga 63 persen menjadi Rp5,08 triliun. Sementara laba bersih PT Indofood CBP Tbk (ICBP) mampu naik 15,6 persen menjadi Rp1,09 triliun dari Rp994,8 miliar.
"Kenaikan kinerja Unilever Indonesia, Telekomunikasi Indonesia, Astra International berada di atas target karena ditopang oleh kenaikan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi," kata Nafan.
 Ilustrasi kinerja 10 emiten terbesar di lantai bursa saham. (CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi) |
Analis Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan volume dan margin ICBP pada kuartal I 2017 impresif, berlawanan dengan prediksi bulan lalu.
"Kami melihat adanya kenaikan margin dari produk susu (
dairy), dan berlanjutnya iklan dan promosi yang agresif ketika pesaingnya melambat, dapat mendukung kenaikan pangsa pasar perusahaan," katanya dalam riset.
Adapun, empat emiten raksasa lainnya berada dalam sektor keuangan, khususnya perbankan. Dalam hal ini, empat bank besar masuk dalam daftar 10 emiten terbesar di BEI, diantaranya PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
BCA mampu menumbuhkan laba bersihnya sebesar 10,7 persen menjadi Rp5 triliun, didorong oleh total pendapatan yang meningkat 6,16 persen menjadi Rp16,36 triliun.
Kemudian, BNI meraup laba bersih sebesar Rp3,23 triliun atau naik 8,7 persen. Sementara BRI dan Bank Mandiri masing-masing mengalami peningkatan sebesar 5,5 persen dan 6,9 persen menjadi Rp6,47 triliun dan Rp4,1 triliun.
"Kinerja emiten-emiten ini bisa saya katakan cukup bagus karena ditopang pertumbuhan pendapatan bunga atau kredit, baik itu kredit konsumer maupun kredit mikro," papar Nafan.
Nafan sendiri masih optimistis kinerja 10 emiten jumbo ini memiliki peluang untuk meningkat pada kuartal II 2017 sehingga IHSG dapat mencapai level 5.820. Pasalnya, para raksasa ini akan menjadi banyak incaran pelaku pasar dan secara otomatis akan menarik dana asing yang masuk (
capital inflow).
"Saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan likuid pastinya akan mampu memberikan
capital inflow terhadap lajunya IHSG," imbuh Nafan.
Namun begitu, Analis Oso Securities Riska Afriani mengingatkan agar emiten perbankan fokus untuk menekan rasio kredit bermasalah (
non performing loan/NPL) agar tidak membengkak. Pasalnya, pertumbuhan kredit akan semakin menggeliat pada kuartal II dan selanjutnya.
"Karena biasanya di kuartal pertama cenderung lebih rendah," imbuh Riska.
Kemudian, untuk emiten rokok sendiri perlu membuat strategi untuk meningkatkan pemasaran dan penjualan rokok ditengah adanya kenaikan PPN dan CHT.
"Dengan diversifikasi produk-produk rokok yang mereka miliki, apalagi ditopang oleh kebiasaan masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi rokok, memberikan optimisme bagi para emiten rokok terhadap prospek yang bagus di tahun ini," terang Nafan.
Tak berbeda jauh dengan Nafan, khusus emiten rokok sendiri Riska masih yakin Gudang Garam dapat mempertahankan laba bersihnya tumbuh
double digit. Sementara, Sampoerna dinilainya tetap dapat tumbuh positif karena perusahaan mampu menumbuhkan margin laba bersih.
"Ada upaya efisiensi perusahaan mampu meningkatkan margin laba bersihnya. Margin laba bersih dari Sampoerna berada di level 14,57 persen," jelas Riska.