Pemerintah Akan Fasilitasi Pembiayaan Pembangkit EBT

CNN Indonesia
Rabu, 10 Mei 2017 10:30 WIB
Pemerintah akan mempertemukan lembaga pembiayaan internasional yang dikenal memiliki suku bunga pinjaman relatif rendah dibanding perbankan nasional.
Pemerintah akan mempertemukan lembaga pembiayaan internasional yang dikenal memiliki suku bunga pinjaman relatif rendah dibanding perbankan nasional. (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra).
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar berencana memfasilitasi pembiayaan pembangkit berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Sebagai langkah pertama, ia akan mempertemukan lembaga-lembaga pembiayaan internasional dengan pengembang listrik swasta.

Arcandra mengatakan, pembiayaan internasional memiliki suku bunga pinjaman yang relatif lebih rendah dibanding perbankan nasional. Jika investor mendapat dana yang lebih murah, maka pengembang listrik swasta seharusnya tak perlu mengkhawatirkan tingkat pengembalian (rate of return) investasinya.

Ia menjelaskan lebih lanjut, rata-rata rate of return pembangkit EBT di Indonesia berada di kisaran 12 persen per tahun. Sementara itu, perbankan nasional memiliki suku bunga pinjaman sebesar 10 persen hingga 11 persen per tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kondisi ini kerap membuat pengembang listrik swasta ragu-ragu untuk berinvestasi di pembangkit EBT lantaran tingkat pengembalian investasinya sebagian besar habis dialokasikan untuk membayar kembali pinjamannya.

"Kalau pembiayaan internasional, mereka punya suku bunga pinjaman mencapai 5 hingga 6 persen saja. Sehingga, selisih rate of return dengan bunganya bisa mencapai 5 hingga 6 persen atau lebih baik dibandingkan bank nasional. Kalau begini, investasi pembangkit EBT lebih workable," imbuhnya.

Menurut Arcandra, sebetulnya, banyak sekali lembaga pembiayaan internasional yang berminat membiayai pembangkit EBT di Indonesia. Namun, tak satu pun investor EBT yang mengajukan proposal kepada lembaga-lembaga tersebut.

Oleh karenanya, Kementerian ESDM bersedia memfasilitasi investor dan lembaga pembiayaan internasional dalam waktu dua pekan mendatang dan mencari tahu proyek-proyek apa saja yang bisa dikerjakan bersama-sama.

Toh, tawaran lembaga pembiayaan internasional ini sangat menarik. Apalagi, ada satu lembaga yang bersedia memberikan pembiayaan dengan bunga hanya dua persen per tahun saja.

"Saya dengar dari sisi lender (peminjam),
-nya rendah tapi tidak ada proyek yang masuk. Saya tidak tahu kenapa investor tidak ada yang mau, mungkin persyaratannya ketat. Tapi tetap, kami akan pertemukan dan kami mohon nantinya jangan salahkan pemerintah kalau nanti investor tidak dapat dana murah," jelas dia.

Rendahnya bunga pinjaman, Arcandra menilai, juga penting sebagai salah satu variabel yang membuat tarif produksi listrik berbasis EBT bisa lebih rendah.

Ambil contoh, tarif listrik tenaga surya di Uni Emirat Arab yang bisa mencapai US$0,02 per Kilowatt-Hour (KWh) karena bunga pinjamannya hanya 2,5 persen per tahun.

Berbanding terbalik dengan Indonesia, di mana rata-rata Biaya Pokok Pembangkitan (BPP) paling kecil hanya US$0,06 per KWh.

"Sebenarnya, bagi saya pribadi, saya lebih memilih untuk menggunakan lembaga pembiayaan internasional saja selama pembiayaan lokal tak kompetitif," ucapnya.

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Usaha Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2017 hingga 2026 terdapat tambahan kapasitas pembangkit berbasis EBT sebanyak 21.549 Megawatt (MW) pada 2026 nanti serta berkontribusi terhadap bauran energi (energy mix) sebesar 22,4 persen.

Hingga kuartal I lalu, kapasitas pembangkit EBT terpasang tercatat sebesar 5.953 MW atau 11 persen dari total kapasitas pembangkit nasional 54.015 MW.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER