Jakarta, CNN Indonesia -- Chevron Indonesia Company melakukan kajian ulang untuk proyek laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD) di lapangan Gehem dan Gendalo yang berada di Wilayah Kerja (WK) Ganal dan Rapak. Soalnya, melihat beberapa faktor, perusahaan optimis bahwa nilai investasi di dua proyek laut dalam tersebut bisa lebih efisien.
Menurut Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs (PGPA) Chevron Yanto Sianipar, faktor yang mendukung terciptanya biaya investasi yang lebih efisien, yaitu penurunan harga minyak dunia dan rencana teknologi yang akan dipakai di dalam proyek tersebut.
Diharapkan, studi ini bisa cepat dilakukan perusahaan agar revisi rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) Gehem dan Gendalo bisa diserahkan ke pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, Chevron mengajukan PoD pada 2008 silam dengan nilai investasi mencapai US$6 miliar. Lalu, nilai investasi tersebut direvisi kembali pada 2013 lalu menjadi US$12 miliar. Namun, dua tahun setelahnya, Chevron menyerahkan kembali PoD dengan nilai investasi yang meningkat, yakni di kisaran US$9 miliar hingga US$10 miliar.
"Sekarang, kami dalam proses
review (mengkaji) Gendalo dan Gehem. Ada
opportunity (peluang) baru agar proyek ini ekonomis. Dasarnya ada harga yang sekarang dan dengan informasi yang sekarang kami miliki, dalam waktu dekat bisa dilakukan studinya," jelas Yanto, Selasa (15/5).
Ia melanjutkan, ada kemungkinan rencana produksi gas dari dua lapangan tersebut juga akan berubah pasca kajian ini dilaksanakan. Ini merupakan hal yang wajar, karena ada kemungkinan data cadangannya berubah pasca kajian tersebut selesai.
Di dalam perencanaan sebelumnya, lapangan Gehem diproyeksikan bisa menghasilkan gas sebesar 420 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan minyak sebanyak 27 ribu barel per hari. Sementara itu, lapangan Gendalo diperkirakan bisa menghasilkan gas hingga 700 MMSCFD dan minyak 25 ribu barel per hari.
"
Opprtunity ada di cadangan. Tetapi, bukan hanya cadangan saja yang kami lihat. Kami melihat segala aspek, dari mulai efisiensi biaya, teknologi yang digunakan, hingga bagaimana nantinya kami memanfaatkan fasilitas. Ini nantinya akan menjadi bagian dari evaluasi gabungan," terang dia.
Ketika ditanya mengenai pengaruh pajak yang dikenakan dari laba bersih setelah pajak (Branch Profit Tax) di dalam proyek tersebut, Yanto mengaku, manajemen masih akan mempelajarinya dari segala aspek.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 113/KMK.03/2002,
Branch Profit Tax atau yang biasa disebut PPh pasal 26 merupakan bagian dari
tax treaty antar dua negara. Artinya, pajak tersebut diberlakukan untuk meminimalisasi pajak berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak.
Sehingga, besaran tarif pajaknya pun sesuai
tax treaty yang berlaku antar kedua negara. "Untuk
branch profit tax, Chevron melihat dari segala sisi. Kami melihat bahwa kami butuh kepastian mengenai peraturan perpajakannya," pungkasnya.
Catatan redaksi: Paragraf ke-9 diubah pada Rabu (17/5), sesuai dengan pernyataan dari Yanto pada saat acara berlangsung. Sebelumnya redaksi menulis, "Yanto tidak mengelak jika saat ini proyek IDD menghadapi sengketa pajak yang dikenakan dari laba bersih setelah pajak (Branch Profit Tax)."