Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memastikan proses pemeriksaan terhadap data perpajakan bagi wajib pajak yang tidak mengikuti program pengampunan pajak atau
tax amnesty sudah dilakukan sejak gelaran tersebut berakhir pada 31 Maret 2017 lalu.
Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP R. Dasto Ledyanto mengatakan, pemeriksaan dilakukan DJP sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Hanya saja, ia belum bisa menjabarkan seberapa rinci tahapan pemeriksaan dan wajib pajak mana saja yang diperiksa oleh DJP. "Kami melakukan, menjalankan Pasal 18. Itu akan tetap ditindaklanjuti. Kalau sudah ada kondisinya akan diinformasikan," tegas dia, Selasa (16/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dasto, setelah pemeriksaan, DJP akan kembali melakukan komunikasi dengan wajib pajak terkait besaran pajak yang ditemukan berdasarkan perhitungan DJP, serta mengkonfirmasi jumlah harta dan pajak yang dimiliki wajib pajak.
Hal ini, sambung dia, dilakukan untuk menyinkronkan besaran harta dan pajak yang belum dilaporkan dan yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Sebab, temuan dan perhitungan DJP bisa saja berbeda dengan wajib pajak.
"Dalam konteks mengenakan pajak, tetap setelah itu harus melalui penerbitan surat ketetapan pajak. Itu diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, misalnya surat pemberitahuan pajak kurang bayar," jelas Dasto.
Setelah dilakukan konfirmasi dan sinkronisasi besaran harta dan pajak yang dimiliki dan harus dibayar wajib pajak, barulah DJP memungut pajak tersebut. Namun, kalau dirasa perhitungan belum sinkron juga, DJP dapat melakukan pemeriksaan ulang.
Namun begitu, DJP meminta para wajib pajak agar tidak resah sekalipun tidak mengikuti
tax amnesty. Pasalnya, wajib pajak yang tidak mengikuti
tax amnesty, namun sudah menaati aturan pelaporan pajak dengan benar dan lengkap, tak akan dibebankan oleh DJP untuk dicari-cari kekurangan pembayaran pajaknya.
"Selain itu, pemeriksaan untuk meyakinkan yang sudah ikut
tax amnesty bahwa sudah melaporkan sepenuhnya. Artinya, tidak ada harta yang belum dilaporkan," kata Dasto.
Sedangkan, bagi wajib pajak yang belum mengikuti tax amnesty dan menyadari ada kekurangan pembayaran pajak, DJP berharap, agar wajib pajak segera melaporkannya dan tak menunda pembayaran pajaknya kepada negara.
Tak hanya memeriksa data wajib pajak yang belum mengikuti
tax amnesty, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan bahwa DJP juga memeriksa wajib pajak yang telah mengikuti
tax amnesty, baik yang secara orang pribadi maupun badan.
"Kami panggil wajib pajak, kemudian minta penjelasan. Kami memeriksa ini bergantung datanya seberapa akurat. Setiap kantor wilayah sudah (memeriksa), tetapi tidak perlu diekspos," tutur Ken, beberapa waktu lalu.
Bukan Demi Kejar SetoranSekalipun melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang sudah mengikuti
tax amnesty dan yang belum, institusi penghimpun pajak itu rupanya tak menargetkan jumlah pajak khusus yang harus diperoleh dari pemeriksaan.
Pemeriksaan, menurut Dasto, lebih bertujuan untuk mengecek dan memupuk kepatuhan wajib pajak di tahun-tahun berikutnya agar tak menutupi jumlah harta dan besaran pajak yang perlu dibayar dari pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak.
Sedangkan untuk target penerimaan pajak, secara umum tentu DJP mengejar jumlah penerimaan pajak untuk mengisi kantong penerimaan negara sebesar Rp1.705,3 triliun, di mana sebanyak Rp1.498,9 triliun di antaranya dibidik dari penerimaan perpajakan.
"Target kami, tahun ini sekitar Rp1.750,3 triliun (sesuai dengan target penerimaan negara). Sesuai itu, kami berusaha mencari (penerimaan) untuk memenuhi itu dengan berbagai tindakan, salah satunya pemeriksaan," terang Dasto.
Sampai kuartal I 2017, Kemenkeu mencatat, total penerimaan negara mencapai Rp295,1 triliun atau sekitar 16,9 persen dari total target penerimaan mencapai Rp1.750,3 triliun.
Realisasi penerimaan negara ini, terpantau lebih tinggi dibanding realisasi penerimaan kuartal I 2016 yang hanya Rp247,5 triliun atau 13,9 persen dari total penerimaan Rp1.784,2 triliun.
Adapun, realisasi penerimaan negara tersebut bersumber dari penerimaan perpajakan yang mencapai Rp237,7 triliun atau 15,9 persen dari total target di tahun ini yang mencapai Rp1.498,9 triliun.