SKK Migas: 33 Blok Migas Gunakan Skema Gross Split di 2025

CNN Indonesia
Kamis, 18 Mei 2017 17:12 WIB
Jika diperhatikan, angka itu tak seberapa jika dibandingkan dengan total Wilayah Kerja (WK) eksploitasi yang mencapai 85 WK.
Jika diperhatikan, angka itu tak seberapa jika dibandingkan dengan total Wilayah Kerja (WK) eksploitasi yang mencapai 85 WK. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma).
Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengungkapkan sebanyak 33 Wilayah Kerja (WK) migas akan menggunakan skema kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) gross split pada 2025 mendatang. Angka itu tak seberapa dibandingkan total WK eksploitasi yang mencapai 85 WK.

Dengan kata lain, sebagian besar blok migas masih akan menggunakan skema PSC cost recovery. Regulator sektor hulu migas mengakui, memang, penerapan gross split belum menjadi mayoritas di Indonesia, setidaknya dalam waktu delapan mendatang.

"Sehingga, nanti pekerjaan SKK Migas masih akan tetap seperti sekarang. Tidak ada perubahan, karena sebagian besar blok migas masih berskema cost recovery," papar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Kamis (18/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut ia menjelaskan, tiga besar blok penghasil minyak di Indonesia, yaitu blok Rokan yang dikelola Chevron Pacific Indonesia, blok Cepu yang dikelola oleh ExxonMobil Cepu Ltd, dan aset milik Pertamina EP setidaknya masih tetap menganut rezim PSC cost recovery hingga 2021 mendatang.

Selain itu, tiga besar blok penghasil gas, yakni blok Mahakam yang rencananya dikelola PT Pertamina (Persero), blok Tangguh yang dikelola British Petroleum (BP) Berau Ltd, serta blok Corridor yang dikelola ConocoPhillips juga setidaknya masih akan menganut cost recovery dalam dekade mendatang.

"Karena, blok-blok besar ini masih menganut cost recovery, maka pekerjaan kami pun sebenarnya masih sama meski PSC gross split sudah diberlakukan. Namun, tentu saja SKK Migas ingin agar proses pengadaan dan tugas kami bisa lebih cepat dan efisien," terang dia.

Menurutnya, SKK Migas akhirnya setuju dengan pemerintah untuk mengimplementasikan gross split karena bisnis hulu migas dinilai masih kurang efisien, berkaca pada realisasi cost recovery tahun lalu yang mencapai Rp152,7 triliun atau naik 7,16 persen dari tahun sebelumnya Rp142,5 triliun.

Pengalaman inilah yang mendorong agar PSC gross split diujicobakan. "Jika sesuatu tidak berjalan dengan baik, maka coba yang lain. Sukses atau tidak ya sudah, yang penting dicoba dulu saja," imbuhnya.

PSC gross split pertama kali diimplementasikan terhadap blok Offshore North West Java (ONWJ) pada penandatanganan PSC baru yang berlaku 19 Januari 2017 lalu. Dalam PSC itu, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai kontraktor memperoleh bagian produksi minyak sebesar 57,5 persen dan gas sebesar 62,5 persen.

Ini mengganti split sebelumnya, di mana bagi hasil minyak tercatat 15 persen dan gas sebesar 30 persen.

Selain ONWJ, kontrak delapan blok migas yang diterminasi pemerintah dan ditugaskan ke Pertamina rencananya juga akan berbentuk PSC gross split. Delapan blok tersebut adalah blok Sanga-Sanga, blok South East Sumatra, blok Tengah, blok East Kalimantan, blok Attaka, blok North Sumatra Offshore (NSO), dan dua WK berbentuk Joint Operating Body (JOB), yaitu Ogan Komering dan Tuban.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER