Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, proses penyelesaian sengketa pajak perusahaan teknologi informasi asal Amerika Serikat, Google, membutuhkan dialog panjang. Hal ini dikarenakan belum jelasnya peraturan hukum yang mendasari pungutan pajak perusahaan berbasis digital.
"Itu belum ada standarnya, sehingga memerlukan dialog, perundingan maupun bargaining (tawar menawar),” ujarnya, Selasa (13/6).
Lebih lanjut ia menjelaskan, upaya memungut pajak dari perusahaan yang berbisnis di dunia maya sebetulnya dapat lebih mudah apabila sudah terdapat peraturan hukum yang mengikat. Namun, sayangnya aturan hukum yang dimaksud belum memadai untuk memungut pajak dari penghasilan perusahaan berbasis elektronik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, bisnis seperti ini sedang berkembang pesat karena mengikuti perkembangan zaman. "Kalau ada standarnya pasti mudah. Kalau belum ada, masing-masing pasti membuat hitungan sendiri. Kami menghitung ada benefit (keuntungan) segitu banyak di Indonesia, tapi dia bilang biaya-biaya segini, sehingga benefit tidak sebesar itu," imbuh dia.
Oleh karenanya, menurut dia, upaya memungut pajak dari perusahaan dengan reputasi dunia, seperti Google, tidak akan mudah dan membutuhkan proses dialog, agar bisa menghasilkan kesepakatan bersama antara pemerintah dengan korporasi.
Risikonya, hasil dari negosiasi terkait kewajiban perpajakan tersebut tidak bisa menghasilkan kesepakatan yang baku. Karena, apa yang dicapai tahun ini, belum tentu sama dengan tahun depan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku, telah menemui kata sepakat dalam pembayaran pajak Google Asia Pasific Pte Ltd atas operasi perusahaannya di Indonesia.
Ia mengklaim, Google telah sepakat memenuhi seluruh tunggakannya berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2016. Adapun, besaran pajak yang tertuang dalam SPT 2016 Google dihitung berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.