Ditjen Pajak Dapat Restu Intip Data Keuangan WNI di Hong Kong

CNN Indonesia
Jumat, 16 Jun 2017 14:55 WIB
Kesepakatan dengan Hong Kong, antara lain dilakukan guna mendorong Singapura segera menyetujui Indonesia sebagai mitra keterbukaan akses informasi (AEOI).
Otoritas pajak Indonesia dan Hong Kong menandatangani Perjanjian Bilateral Otoritas Kompeten (Bilateral Competent Authority Agreement/BCAA) pada Jumat (16/6). Melalui perjanjian tersebut, keduanya sepakat untuk membuka data nasabah masing-masing negara untuk keperluan perpajakan kedua otoritas tersebut. (Dok. Direkorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) resmi mendapat kesepakatan pembukaan data keuangan nasabah lembaga jasa keuangan yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) dari pemerintah Hong Kong. Kesepakatan tersebut akan digunakan pemerintah guna mengenjot kepatuhan pembayaran pajak WNI di luar negeri.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2 Humas) DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut dari keseriusan pemerintah dalam melaksanakan sistem keterbukaan dan akses pertukaran informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) di 2018 mendatang.

Saat ini, pemerintah Indonesia juga telah menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam konteks AEoI, pertukaran informasi keuangan antara Indonesia dengan para jurisdiksi mitra, termasuk Hong Kong, untuk pertama kali pada September 2018," ujar Yoga kepada CNNIndonesia.com, Jumat (16/6).

Kesepakatan dengan Hong Kong tersebut menurut dia, antara lain dilakukan guna mendorong Singapura juga untuk segera menyetujui Indonesia sebagai mitra AEOI. Pasalnya, Singapura juga mensyaratkan Indonesia melakukan kesepakatan keterbukaan akses informasi dengan Hong Kong.

"Hal tersebut dipahami karena kedua negara ini sama-sama merupakan off shore financial center di wilayah Asia, sehingga mesti ada level of playing field," ungkap dia.

Disamping itu, menurut dia, pihaknya juga melihat banyaknya potensi harta WNI di Hong Kong yang belum dilaporkan kepada DJP sehingga pungutan pajaknya belum maksimal.

Hal tersebut setidaknya tercermin dari realisasi pelaporan harta WNI di Hong Kong dalam program pengampunan pajak (tax amnesty) sejak Juli 2016 sampai Maret 2017 hanya yang Rp58,15 triliun dari total deklarasi aset luar negeri mencapai Rp1.183 triliun. Nilai tersebut menempatkan Hong Kong sebagai negara asal deklarasi harta tertinggi ketiga, setelah Singapura sebesar Rp766,05 triliun dan British Virginia Islands (BVI) Rp77,5 triliun.

Adapun, berdasarkan repatriasi, aliran dari Hong Kong mencapai Rp16,31 triliun atau menempati urutan ketiga sebagai penyetor terbesar repatriasi kepada DJP, setelah Singapura Rp85,35 triliun dan Cayman Island Rp16,31 triliun.

Di sisi lain, DJP juga melihat masih besarnya potensi harta WNI di Hong Kong seiring besarnya nilai investasi dari Hong Kong yang mencapai US$2,2 miliar melalui 1.137 proyek pada 2016 lalu. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Hong Kong menempati urutan keempat sebagai negara yang paling besar mengalirkan investasi ke Tanah Air.

Yoga mengungkapkan, melalui perjanjian tersebut, WNI yang memiliki harta di Hong Kong akan meningkatkan kesadarannya untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara sukerela dengan melaporkan penghasilan dan aset keuangannya.

Adapun kesepakatan tersebut tertuang dalam Perjanjian Bilateral Otoritas Kompeten (Bilateral Competent Authority Agreement/BCAA) antara Indonesia, yang diwakili Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Hong Kong, yang diwakili Komisaris Departemen Pendalaman Pendapatan Hong Kong (Commissioner of Inland Revenue Department) Wong Kuen-fai pada hari ini, Jumat (16/6) di Kantor Pusat Departemen Pendapatan, Hong Kong.

Hong Kong sendiri, menurut DJP, sudah berkomitmen untuk mengikuti AEoI dengan mengumpulkan persyaratan landasan hukum berupa Peraturan Departemen Pendalaman Pendapatan Nomor 3 Thaun 2016 (Inland Revenue Ordinance 3/2016) yang berlaku efektif mulai tanggal 30 Juni 2016, sehingga di tahun depan, Indonesia dan Hong Kong akan melangsungkan AEoI secara efektif.

Bersamaan dengan kesepakatan ini, DJP meyakinkan bahwa pemerintah berkomitmen mengejar seluruh tindakan kecurangan pajak yang dilakukan perusahaan multinasional dan individu super kaya yang ada di luar negeri.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER