Batal Defisit, Pertamina Siap Jual Kembali LNG Impor

CNN Indonesia
Kamis, 13 Jul 2017 15:43 WIB
Indonesia diperkirakan tak jadi mengalami defisit gas pada 2019. Namun, Pertamina sudah terlanjur menandatangani kontrak impor LNG.
Pertamina saat ini sudah terlanjur menandatangani kontrak impor LNG pertama di tahun 2019. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) siap menjual kembali gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) yang sudah terkontrak dan akan sampai di Indonesia beberapa tahun mendatang. Hal ini menyusul kemungkinan bahwa Indonesia tidak jadi mengalami defisit gas mulai tahun 2019 mendatang.

Vice President LNG Pertamina Didik Sasongko Widi mengatakan, impor semula disiapkan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Namun, produksi domestik ternyata membaik, sehingga pemerintah memutuskan tidak mengimpor gas di tahun 2019 nanti.

Namun, Pertamina saat ini sudah terlanjur menandatangani kontrak impor LNG pertama di tahun 2019. Adapun, kiriman tersebut berasal dari Cheniere Energy Inc yang sedianya datang di tahun 2019 mendatang dengan volume 0,76 juta metrik ton per tahun (MTPA) selama 20 tahun mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentu saja kalau gas impor ini tidak terserap akan kami jual lagi. Tapi, di sisi lain, kalau gas impor ini tidak terserap dalam negeri apakah ngeri? Artinya kan ekonomi tidak jalan," kata Didik di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (13/7).

Oleh karena itu, saat ini menurut dia, Pertamina sedang giat-giatnya mencari pasar untuk menyerap LNG yang sudah terlanjur diimpor. Saat ini, perusahaan minyak pelat merah itu tengah membidik pasar potensial seperti Jepang, Korea Selatan, dan Thailand. Selain itu, Pertamina juga membidik pasar baru di Asia seperti Bangladesh, Pakistan, Myanmar, dan Filipina.

Meski begitu, perusahaan masih belum membidik pasar Eropa mengingat suplai gas ke benua biru itu sudah disediakan dari Laut Utara dan Rusia. Didik menambahkan, Pertamina juga belum mau memasok LNG ke China karena sudah punya pasokan sendiri dan sudah ditopang oleh Rusia.

"Banyak negara yang potensial, seperti Jepang karena mereka adalah pengguna LNG terbesar di dunia. Namun, di sana adalah tough market," imbuhnya.


Meski pasokan gas dalam negeri terus meningkat, Pertamina masih belum berniat membatalkan dua kontrak impor LNG lainnya dari ExxonMobil dan Woodside Petroleum Ltd. Pasalnya, impor LNG ini diperlukan sebagai cadangan kalau proyek-proyek penghasil gas tidak berjalan sesuai harapan, utamanya kilang LNG Masela kelolaan Inpex Corporation yang dijadwalkan bisa beroperasi 2025 atau 2027 mendatang.

Selain itu, gas impor ini diharapkan bisa memasok Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sisa megaproyek 35 ribu Megawatt (MW) yang sekiranya mulai beroperasi pasca 2020 mendatang. Apalagi, kebutuhan gas untuk seluruh PLTG di dalam 35 ribu MW ini terbilang besar, yaitu 1.100 MMSCFD.

Adapun rencananya, Woodside akan memasok gas 0,6 MTPA ke Pertamina antara tahun 2022 hingga 2034 mendatang dan memiliki opsi untuk menambah impornya ke angka 1,1 MTPA mulai 2024. Sementara itu, ExxonMobil rencananya akan mengirim 1 MTPA yang dimulai tahun 2025 hingga 2045.

"Keperluan gas bagi pembangkit itu banyak, tapi apakah dari proyek-proyek baru itu cukup menyuplai gas? Namun, dengan adanya potensi produksi domestik, kami juga akan me-hold kontrak-kontrak baru LNG kedepannya," pungkas Didik.


Sebelumnya, pemerintah mengatakan bahwa Indonesia kemungkinan tidak jadi mengimpor LNG mulai 2019 karena produksi lapangan Jangkrik yang dikelola Eni lebih baik dari ramalan. Rencananya, produksi jangkrik bisa mencapai 600 MMSCFD dari prediksi sebelumnya 450 MMSCFD.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER