Syafia Halima (36) punya kisah. Ia berjualan mainan di Pasar Gembrong, Cipinang Jakarta Timur sejak masih duduk di kelas I SMP. Lebih dari separuh masa remajanya ia habiskan untuk berjualan mainan anak-anak di lapak dagangan milik kedua orang tuanya.
Selama itu pula, terhitung sudah ratusan kali ia berusaha lari dari kejaran petugas Satpol PP yang ingin menertibkan para pedagang karena menyerobot trotoar sebagai tempat berjualan.
Sejujurnya, ia mengaku lelah berjualan di pinggir jalan tanpa ada kios permanen. Keinginannya untuk memiliki ruko permanen tak kunjung terwujud lantaran harga bangunan dan tanah yang semakin meroket.
Terlebih, kini harga tanah di sekitar Pasar Gembrong melonjak drastis sejak kehadiran mal Bassura City yang resmi beroperasi tahun lalu. Mal tersebut berdiri hanya satu kilometer dari titik pusat Pasar Gembrong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdiri dari lima lantai, mal Bassura hadir sebagai pusat belanja yang menawarkan produk hiburan, kuliner, gaya hidup, kebutuhan sehari-hari, termasuk produk mainan anak-anak.
![[17] Ketika Pedagang Kecil Merasa Terjajah di Negeri Sendiri](https://images.detik.com/community/media/visual/2017/08/14/105af0ee-462f-4d7c-8ba4-9365ce2185ab_169.jpg?w=620) (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari) |
"Dua puluh tahun lebih saya dagang di sini, mau sewa kios enggak sanggup. Harganya dimahalin semua, modal juga enggak nutup. Paling cuma bisa buat makan," ujarnya.
Pasar Gembrong adalah pasar grosir mainan terbesar yang berada di Jakarta Timur, letak atau alamatnya ada di Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Cipinang Besar, Jatinegara. Sebagian orang ada yang menyebut pasar ini dengan Pasar Prumpung.
Kehadiran mal Bassura yang hanya berjarak ratusan meter dari Pasar Gembrong menjadi potret jelas ketimpangan modern dan tradisional. Kondisi ini sempat menimbulkan konflik karena ekspansi tersebut dianggap berpotensi mematikan pasar-pasar tradisional yang berlokasi di dekatnya.
Pada tahun 2013 lalu, ratusan pedagang kaki lima Pasar Gembrong sempat melakukan aksi demonstrasi di Jalan Raya Basuki Rahmat yang menuntut agar pemerintah kota mengizinkan mereka untuk kembali berjualan di kawasan trotoar Jalan Basuki Rahmat sebagai kompensasi atas kehadiran mall yang berpotensi merebut pelanggan pasar.
"Bukan takut saingan dengan mal. Kami percaya saja, rezeki ada yang mengatur," ujar Nasrullah (42) pedagang boneka yang sudah berjualan sejak tahun 1997.