Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengusulkan untuk menggunakan dana iuran badan usaha hilir migas untuk membantu PT Pertamina (Persero) dalam merealisasikan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga.
Alasannya, regulator hilir migas itu khawatir jika Pertamina kewalahan secara finansial dalam mengimplementasikan kebijakan itu.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menuturkan, iuran yang dimaksud adalah setoran badan usaha hilir migas kepada BPH migas berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2006. Adapun, iuran tersebut masuk ke kas negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, setiap tahun BPH Migas memperoleh iuran dari 300 badan usaha dengan nilai mencapai Rp1,2 triliun per tahun. Namun, dalam lima tahun terakhir, BPH Migas hanya menggelontorkan Rp200 miliar secara kumulatif. Ia menyebut, uang ini lebih baik digunakan bantu Pertamina daripada sekadar masuk ke kas negara semata.
“Ada iuran setiap tahun Rp1,2 triliun tapi lima tahun terakhir hanya Rp200 miliar. Sisanya masuk ke kas negara tapi tidak tahu alokasinya ke mana. Kami akan meminta ke depan, bagaimana jika uang Rp1 triliun ini digunakan untuk bangun infrastruktur pendukung BBM satu harga, bahkan dry port sekalian kalau perlu agar Pertamina tidak rugi besar,” ungkap Fanshurullah di kantornya, Jumat (18/8).
Meski demikian, usul ini sekiranya akan berat untuk direalisasikan karena harus mendapat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena ini menyangkut pengelolaan uang negara. Jika usulan ini diterima, maka ia berharap ini bisa membantu implementasi BBM satu harga mulai tahun 2019 mendatang.
“Karena BBM satu harga ini kan cukup bertahap sampai tahun 2019 di 150 titik. Sekarang saja, dengan 50 titik di tahun ini, Pertamina merasa ngos-ngosan,” terangnya.
Ia melanjutkan, usulan ini sangat bermanfaat mengingat kebutuhan BBM satu harga tak terpusat di 150 titik saja. Ia menyebut seharusnya BBM satu harga bisa menjangkau 237 titik, sesuai rekomendasi Kementerian Desa dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Dengan menggunakan iuran BPH Migas, ia sendiri optimistis nantinya program BBM satu harga bisa menjangkau hingga 500 titik. “Nantinya Perrtamina tidak usah lagi mencari uang tambahan demi program ini. Untuk BBM satu harga, Pertamina tidak boleh rugi,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Pertamina M. Iskandar menuturkan, Pertamina mengaku bahwa beban finansial terbesar dalam implementasi BBM satu harga adalah biaya operasionalnya.
Sejauh ini, Pertamina harus menanggung ongkos operasional sebesar Rp300 miliar demi merealisasikan BBM satu harga di 25 titik dari Januari hingga Juli tahun ini. Adapun, angka itu diperkirakan membengkak jadi Rp800 miliar hingga akhir tahun nanti.
“BBM satu harga ini kan sasarannya untuk daerah terluar dan terdalam, jadi karena harus masuk ke pelosok yg dalam, cost disttribusi kami tentu naik,” paparnya.
Aturan mengenai BBM satu harga dimuat di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2016. Sementara itu, lokasi penetapan BBM satu harga diatur di dalam SK Direktur Jenderal Migas Nomor 09.K/10/DJM.O/2017, di mana pemerintah menetapkan 150 lokasi.
Pertamina sendiri berencana merealisasikan 54 titik BBM satu harga hingga kahir tahun nanti. Angka ini kemudian akan bertambah jadi 50 titik di tahun 2018 dan 46 titik di tahun 2019.