Bank Indonesia Dorong BUMN Ikut Kerek Transaksi Hedging

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 21 Agu 2017 11:48 WIB
Transaksi lindung nilai akan meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing sehingga mendukung kenaikan resiliensi sistem keuangan Indonesia.
Transaksi lindung nilai akan meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing sehingga mendukung kenaikan resiliensi sistem keuangan Indonesia. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) terus mendorong penggunaan transaksi lindung nilai (hedging) bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasalnya, transaksi lindung nilai akan meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing sehingga mendukung kenaikan resiliensi sistem keuangan Indonesia.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, sebelumnya BI telah menerbitkan ketentuan terkait pemenuhan kewajiban hedging dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/21/PBI/2014 Tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Non-bank dan Surat Edaran Ekstern No.16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Non-bank.

Imbas dari kebijakan kewajiban hedging ini, lanjut Perry, berupa peningkatan volume transaksi valas di pasar keuangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat ini rata-rata volume transaksi di pasar valas Indonesia mencapai US$6 miliar per hari di mana 40 persen di antaranya merupakan transaksi derivatif. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2013 di mana volume transaksi hanya US$1 miliar per hari," ujar Perry usai menghadiri sosialisasi Standard Operating Procedure (SOP) Transaksi Lindung Nilai BUMN di Gedung Kebon Sirih BI, Senin (21/8).


Guna menyelaraskan pedoman penyusunan SOP hedging BUMN yang disusun pada 2014 lalu dengan PBI Nomor 18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valas terhadap Rupiah antara Bank dengan pihak Domestik, dan Surat Edaran BI Nomor 18/34/DPKK tanggal 13 Desember 2016 perihal Transaksi Valas terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik, BI dan Kementerian BUMN, bekerja sama dengan aparat hukum dan auditor negara telah melakukan perubahan pedoman penyusunan SOP hedging BUMN.

Perubahan pedoman SOP hedging ini telah ditandatangani oleh Menteri BUMN pada tanggal 5 Juli 2017 lalu untuk memberi kepastian hukum dalam pelaksanaan transaksi lindung nilai oleh BUMN.

SOP telah mengakomodasi mekanisme lindung nilai dengan transaksi derivatif yang merupakan turunan dari nilai tukar atau suku bunga. Salah satu yang tercakup adalah transaksi berupa call spread option, yang memiliki biaya premi relatif lebih efisien dibandingkan dengan instrumen lindung nilai lainnya.

"Kalau rata-rata transaksi forward swap preminya kurang lebih 5 persen, dengan call spread option preminya bisa kurang dari separuhnya," jelasnya.

Selain call spread option, SOP juga mencakup instrumen Cross Currency Swap dan Interest Rate Swap.

Menurut Perry, transaksi lindung nilai semakin penting dilakukan di tengah maraknya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pembiayaan infrastruktur tidak hanya berasal dari pendanaan dalam negeri, tapi juga luar negeri. Dalam pengelolaan risiko nilai tukar, lindung nilai dengan instrumen yang relatif efisien sangat diperlukan.

Karenanya, BI beserta seluruh lembaga terkait senantiasa berusaha meningkatkan kesadaran melakukan transaksi lindung nilai, serta meningkatkan pemahaman mengenai mekanisme teknis pelaksanaan transaksi lindung nilai.

Lebih lanjut, dalam sosialiasi SOP hedging yang diselenggarakan hari ini juga dilakukan penandatanganan kontrak transaksi lindung nilai oleh PT. PLN (Persero) dengan 3 (tiga) bank plat merah yaitu PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI).


"Penandatanganan kontrak oleh PT PLN ini akan menjadi preseden bagi perusahaan BUMN lain untuk meningkatkan pengelolaan risiko valuta asing sehingga akan mendukung resiliensi sistem keuangan nasional," ujar Perry.

Per kuartal I 2017, BI mencatat 2.660 perusahaan memiliki utang valas. Sebanyak 90 persen di antaranya telah melakukan lindung nilai terhadap nilai tukar untuk kewajiban yang jatuh tempo enam bulan mendatang. Kemudian, sebanyak 88 persen di antaranya melakukan hedging untuk kewajiban yang jatuh tempo tiga bulan mendatang. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER